MEDIA
PEMBELAJARAN
MEDIA
PEMBELAJARAN ATRAKTIF
E-Book
Ujian Tengah Semester mata kuliah
Media Pembelajaran
Disusun
Oleh :
Brilianty Wijaya
1005404
PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
KATA
PENGANTAR
Dengan ucapan Alhamdulillahhirabbilalamin sebagai
rasa terima kasih dan puji syukur kepada Allah SWT e-book ini dapat
terselesaikan.
Adapun salah satu tujuan dari disusunnya e-book ini
adalah untuk memenuhi ujian tengah semester mata kuliah media pembelajaran.
E-book ini berjudul Media Pembelajaran
Atraktif.
Atas selesainya e-book ini tentunya tidak lepas dari
bantuan semua pihak dan dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Ibu Drs. Sri Handayani, S. Pd, M. Pd selaku dosen
pembimbing mata kuliah media pembelajaran yang dalam hal ini juga sebagai
pemberi ujian.
Tentunya dalam penyusunan e-book ini banyak terdapat
kesalahan, baik dari segi kosakata maupun dari segi pengertian. Oleh karena itu
segala kritik dan saran yang pembangun sangat diharapkan agar dalam pembuatan
e-book-e-book di masa mendatang dapat lebih baik lagi. Segala saran dan masukan
atas kekurangan e-book ini, penyusun e-book terima dengan pikiran terbuka dan
ucapan terima kasih.
Bandung, April 2013
Penyusun,
DAFTAR ISI
LEMBAR
JUDUL......................................................................................................................1
KATA
PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR
ISI..............................................................................................................................3
1. MEDIA
PEMBELAJARAN..........................................................................................4
2. PENGEMBANGAN
MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN...........................13
3. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN
ATRAKTIF..............................................19
4. MODEL
PEMBELAJARAN ATRAKTIF DI TAMAN KANAK-KANAK..............27
5. KARAKTERISTIK
SISWA, MEDIA DAN METODE PEMBELAJARAN DI SD..35
DAFTAR
PUSTAKA..............................................................................................................51
1. MEDIA
PEMBELAJARAN
I.
1 Latar Belakang
Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah
satu dasar peningkatan pendidikan secara keseluruhan. Upaya peningkatan mutu
pendidikan menjadi bagian terpadu dari upaya peningkatan kualitas manusia, baik
aspek kemampuan, kepribadian, maupun tanggung jawab sebagai warga masyarakat.
Mutu pendidikan sangat tergantung kepada kualitas guru dan pembelajarannya,
sehingga peningkatan pembelajaran merupakan isu mendasar bagi peningkatan mutu
pendidikan secara rasional.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang, karena
hasil dari proses pendidikan akan dirasakan baik untuk saat ini maupun untuk
waktu yang akan datang. Kondisi yang akan datang dapat dibentuk melalui
pendidikan yang sedang kita lakukan sekarang, artinya bahwa pendidikan harus
dapat menyiapkan dan menjawab tantangan dan kebutuhan di masa yang akan datang.
Di era globalisasi seperti sekarang ini, disadari
atau tidak pengaruhnya semakin terasa dengan semakain banyaknya saluran
informasi dalam berbagai bentuk media. Media telah mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan kita, meskipun dalam derajat yang berbedabeda.
Di negara maju, media telah
mempengaruhi kehidupan hampir sepanjang waktu. Waktu terpanjang yang paling
berpengaruh itu adalah waktu yang digunakan di dunia pendidikan khususnya untuk
sekolah. (Miarso, 1989). Media pembelajaran merupakan salah satu komponen yang
penting dalam mendukung keberhasilan proses belajar mengajar itu.
II.
1 Pengertian Media Pembelajaran
Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium
dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari
pengirim menuju penerima (Heinich et.al., 2002; Ibrahim, 1997; Ibrahim et.al.,
2001).
Media merupakan salah satu komponen komunikasi,
yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Berdasarkan
definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa
proses
pembelajaran merupakan proses komunikasi. Proses pembelajaran mengandung lima
komponen komunikasi, guru (komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran,
siswa (komunikan), dan tujuan pembelajaran.
Media pembelajaran dalam proses belajar mengajar
dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan
rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh – pengaruh psikologi
terhadap siswa.
Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media
pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data
dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan
informasi. Sedangkan menurut para pakar bahwa media pembelajaran
meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi
pengajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video camera, video
recorder, film, slide (gambar), foto, gambar, grafik, televisi dan computer
(Gagne dan Briggs: 1975).
Jadi, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat
merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan belajar.
II.
2 Fungsi dan Manfaat
Fungsi Media Pembelajaran. Dalam
proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari
sumber (guru) menuju penerima (siswa). Sedangkan metode adalah prosedur untuk
membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan
pembelajaran.
Fungsi
media pembelajaran, diantaranya sebagai berikut:
1.
Fungsi atensi
Media
dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi pada isi pelajaran
yang berkaitan dengan makna yang ditampilkan dalam materi pelajaran.
2.
Fungsi afektif
Fungsi
media dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa/mahasiswa ketika proses belajar
mengajar berlangsung.
3.
Fungsi kognitif
Media
dapat mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian
tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam
gambar.
4.
Fungsi kompensatoris
Media
pembelajaran terlihat dari hasil penelitian konteks untuk memahami teks, membantu
siswa yang lemah dalam membaca, untuk mengorganisasikan informasi dalam teks
dan mengingatnya kembali
5.
Fungsi Psikomotoris
Fungsi
ini diberikan dengan maksud untuk menggerakkan siswa melakukan suatu kegiatan,
terutama yang berkenaan dengan hafalan-hafalan.
6.
Fungsi Evaluasi
Fungsi
evaluasi dimaksudkan agar segala kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanaka
dapat dilakukan penilaian kemampuan siswa dalam merespon pembelajaran.
Manfaat Media Pembelajaran. Secara
umum manfaat media pembelajaran ialah dapat dikatakan untuk memperlancar
interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan belajar mengajar lebih
optimal, efektif, dan efisien baik dari segi teroritis maupun praktikum yang
pada akhirnya teraplikasi dalam tindakan.
Sedangkan secara lebih spesifikasi manfaat media
pembelajaran yang telah terakumulasi dari beberapa pendapat pakar adalah:
1.
Penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan.
Dengan
bantuan media pembelajaran, penafsiran yang berbeda antar guru dapat dihindari dan dapat mengurangi terjadinya kesenjangan
informasi diantara siswa dimanapun berada.
2.
Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik.
Media
dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna, baik secara
alami maupun manipulasi, sehingga membantu guru untuk menciptakan suasana belajar
menjadi lebih hidup, tidak monoton dan tidak membosankan.
3.
Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif.
Dengan media akan terjadinya komukasi dua arah secara aktif, sedangkan
tanpa media guru cenderung bicara satu arah.
4.
Efisiensi dalam waktu dan tenaga.
Dengan
media tujuan belajar akan lebih mudah tercapai secara maksimal dengan waktu dan
tenaga seminimal mungkin. Guru tidak harus menjelaskan materi ajaran secara berulang-ulang,
sebab dengan sekali sajian menggunakan media, siswa akan lebih mudah memahami
pelajaran.
5.
Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
Media
pembelajaran dapat membantu siswa menyerap materi belajar lebih mandalam dan
utuh
6.
Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.
Media
pembelajaran dapat dirangsang sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan
kegiatan belajar dengan lebih leluasa dimanapun dan kapanpun tanpa tergantung
seorang guru. Perlu kita sadari waktu belajar di sekolah sangat terbatas dan waktu
terbanyak justru di luar lingkungan sekolah.
7.
Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar.
Proses
pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga mendorong siswa untuk mencintai ilmu
pengetahuan dan gemar mencari sendiri sumber-sumber ilmu pengetahuan.
8.
Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif
Guru
dapat berbagi peran dengan media sehingga banyak mamiliki waktu untuk memberi
perhatian pada aspek-aspek edukatif lainnya, seperti membantu kesulitan belajar
siswa, pembentukan kepribadian,
memotivasi belajar, dan lain sebagainya.
II.
3 Pengenalan Beberapa Media
Pembelajaran
Ada beberapa jenis media pembelajaran yang biasa
digunakan dalam proses belajar
mengajar,
antara lain :
1.
Media Grafis
Media grafis termasuk media visual, sebagaimana
halnya media yang lain media grafis berfungsi menyalurkan pesan dari sumber
kepenerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan.pesan yang
akan disampaikan dituangkan kedalam simbol-simbol komunikasi visual. Banyak jenis
media grafis diantaranya:
a.
Gambar atau Foto
Di
antara media pendidikan, gambar/foto adalah media yang paling umum dipakai. Gambar/foto
merupakan bahasa yang paling umum, yang dapat dimengerti dan dapat dinikmati
dimana-mana.
b.
Sketsa
Sketsa
adalah gambar yang sederhana atau draf kasar yang melukiskan bagian-bagian pokoknya
tanpa detail. Karena setiap orang yang normal dapat belajar menggambar, maka
setiap guru yang baik dapatlah menuangkan ide-idenya kedalam bentuk sketsa.
Sketsa, selain dapat menarik perhatian murid, menghindari verbalisme dan dapat
memperjelas penyampaian pesan, harganya pun tidak perlu dipersoalkan sebab
madia ini dibuat langsung oleh guru.
c.
Diagram
Sebagai
suatu gambar sederhana yang menggunakan garis-garis dan simbol-simbol, diagram
atau skema menggambarkan struktur dari objek secara garis besar. Diagram menunjukkan
hubungan yang ada antar komponennya atau sifat-sifat proses yang ada. Diagram
pada umumnya berisi petunjuk-petunjuk. Diagram menyaderhanakan hal yang
kompleks sehingga dapat memperjelas penyajian pesan.
d.
Bagan/Chart
Sepeti
halnya media grafis yang lain, bagan atau carta termasuk media visual. Fungsinya
yang pokok adalah menyajikan ide-ide atau konsep-konsep yang sulit bila hanya
disampaikan secara tertulis atau lisan secara visual. Bagan juga mampu memberikan
ringkasan butir-butir penting dari suatu persentasi. Pesan yang akan disampaikan
biasanya burupa ringkasan visual suatu proses, perkembangan atau hubungan-hubungan
penting.
e.
Grafik (Graphs)
Sebagai
suatu media visual, grafik adalah gambar sederhana yang menggunakan titik-titik,
garis atau gambar. Untuk melengkapinya sering kali simbol-simbol verbal digunakan
pada grafik. Fungsi grafik adalah untuk menggambarkan data kuantitatif secara
teliti, menerangkan perkembangan atau perbandingan sesuatu objek atau peristiwa
yang saling berhubungan secara singkat dan jelas. Berbeda dengan bagan, grafik
disusun berdasarkan prisip-prinsip matematik dan menggunakan data-data komparatif.
2.
Teks
Media ini membantu pembelajar fokus pada materi yang
disiswai karena pembelajar cukup mendengarkan tanpa melakukan aktivitas lain
yang menuntut konsentrasi, serta sangat
cocok
bila digunakan sebagai media untuk memberikan motivasi.
3.
Audio
Media audio memudahkan dalam mengidentifikasi
obyek-obyek, mengklasifikasikan
obyek,
mampu menunjukkan hubungan spatial dari suatu obyek, membantu menjelaskan konsep
abstrak menjadi konkret. Conto dari media audio ialah radio dan tape recorder.
4.
Animasi
Media Animasi mampu menunjukkan suatu proses abstrak
di mana pengguna ingin
melihat
pengaruh perubahan suatu variabel terhadap proses tersebut. Namun media Animasi
menyediakan suatu tiruan yang bila dilakukan pada peralatan yang sesungguhnya terlalu
mahal untuk mendapatkannya atau berbahaya dan berbagai macam kendala lainnya.
5. Video
Video mungkin saja kehilangan detail dalam pemaparan
materi karena siswa harus mampu mengingat detail dari scene to scene
(per adegan). Umumnya pengguna menganggap belajar melalui video lebih mudah
dibandingkan melalui teks sehingga pengguna kurang terdorong untuk lebih aktif
di dalam berinteraksi dengan materi. Video memaparkan keadaan riil dari suatu
proses, fenomena atau kejadian sehingga dapat memperkaya pemaparan. Video
sangat cocok untuk mengajarkan materi dalam ranah perilaku atau psikomotor.
Pengelompokkan media yang banyak dianut oleh para
pengelolah pendidikan adalah
seperti
yang disampaikan oleh Kemp dan Dayton (1985). Oleh mereka, Media
Pembelajaran
dikelompokkan menjadi 10 kelompok yaitu:
1.
Cetak
2.
Audio
3.
Audio-Cetak
4.
Proyeksi Visual Diam (OverHead Transparan/OHT)
5.
Proyeksi Visual Diam Dengan Audio
6.
Visual Gerak
7.
Visual Gerak Dengan Audio
8.
Benda
9.
Manusia Dan Sumber Lingkungan
10.
Komputer
II.
4 Pemilihan Media Pembelajaran
Berdasarkan ketersediaannya media dapat
dikelompokkan menjadi Media Jadi (Media By Utilization) dan Media
Rancangan (Media By Design) alasan utama seseorang menggunakan media
adalah media dapat berbuat lebih dari biasa yang dilakukan. Pemilihan media
dilakukan agar penggunaan media dapat mencapai tujuan pembelajaran, maka
haruslah dipilih media pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Haruslah diketahui bahwa media merupakan komponen dari keseluruhan sistem pembelajaran.
Minimal ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam memilih media pengajaran,
yaitu:
1.
Alasan meililih media, hal ini perlu karena adanya berbagai macam media, ada
media
yang
hanya cocok digunakan untuk menyampaikan informasi tertentu, ada perbedaan
karakteristik
setiap media, ada perbedaan pemakai, dan perbedaan situasi dan kondisi.
2.
Waktu yang tepat memilih media, dilakukan setelah mengetahui tujuan
instruksional,
sebelum
melaksanakan program pengajaran, atau dengan kata lain pada waktu
merencanakan
program pengajaran.
3.
Pemilihan media, dilakukan oleh guru, penyusun desain instruksional seorang
profesional
dalam kemediaan
4.
Cara memilih media, media yang dipilih harus paling baik. Baik dan buruknya
media
diukur
sampai sejauh mana media itu dapat menyalurkan informasi, dan sejauh mana
media
tersebut dapat menunjang tercapainya
tujuan instruksional.
Adapun
dalam memilih media, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
o
memahami karakteristik setiap media,
o
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,
o
sesuai dengan metode pengajaran yang kita gunakan,
o
sesuai dengan materi yang kita komunikasikan,
o
sesuai dengan keadaan siswa,
o
sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan, kemudahan memperoleh media,
o
sesuai keterampilan guru dalam menggunakannya,
o
ketersediaan waktu dalam menggunakannya,
o
sesuai dengan taraf berpikir siswa.
II.
5 Penggunaan Media Pembelajaran
Penggunaan media pengajaran dapat membantu
pencapaian keberhasilan belajar. Ditegaskan oleh Danim (1995:1) bahwa hasil
penelitian telah banyak membuktikan efektivitas pengunaan alat bantu atau media
dalam proses belajar mengajar di kelas, terutama dalam hal pengingkatan
prestasi siswa. Terbatasnya media yang dipergunakan dalam kelas diduga
merupakan salah satu penyebab lemahnya mutu belajar siswa.
Dengan demikian penggunaan media dalam pengajaran di
kelas merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Hal ini dapat
dipahami mengingat proses belajar yang dialami siswa tertumpu pada berbagai
kegiatan menambah ilmu dan wawasan untuk bekal hidup di masa sekarang dan masa
akan datang. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah bagaimana menciptakan
situasi belajar yang memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar pada
diri siswa dengan menggerakkan segala sumber belajar dan cara belajar yang
efektif dan efisien.
Sasaran dari penggunaan media adalah agar anak didik
mampu menciptakan sesuatu yang baru dan mampu memanfaatkan sesuatu yang telah
ada untuk dipergunakan dengan bentuk dan variasi yang lain yang berguna dalam
kehidupannya. Dengan demikian mereka dengan mudah mengerti dan memahami materi
pelajaran yang disampaikan kepada mereka.
Tiga kemungkinan yang terjadi dalam peng-evaluasi-an
dari penggunaan media
pembelajaran,
yaitu :
1. Apabila media yang digunakan terdapat
sesuatu kekurangan maka kemungkinan
media
tersebut akan dimodifikasi.
2.
Apabila media yang digunakan sama sekali tidak menghasilkan tujuan dari apa
yang
diinginkan, maka akan dilakukan perombakan total terhadap penggunaan
media
tersebut.
3.
Apabila media yang dipergunakan telah mencapai tujuan yang diinginkan maka
media
tersebut dianggap baik dan dapat dipertahankan.
III.
1 Kesimpulan
Proses belajar mengajar seringkali dihadapkan pada
materi yang abstrak dan di luar pengalaman siswa sehari-hari, sehingga materi
ini menjadi sulit diajarkan guru dan sulit dipahami siswa. Pemilihan media
dalam pembelajaran merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengkonkritkan sesuatu yang abstrak. Gambar dua dimensi atau model tiga dimensi
adalah visualisasi yang sering dilakukan dalam proses belajar mengajar. Pada
era informatika visualisasi berkembang dalam bentuk gambar bergerak (animasi)
yang dapat ditambahkan suara (audio).
Konsep permainan dalam pembelajaran digabung dengan
media yang digunakan untuk menghasilkan pengalaman pembelajaran yang
menyenangkan. Sesi pembelajaran bisa disesuaikan dengan tahap penerimaan dan
pemahaman siswa. Upaya membuat anak betah belajar di sekolah dengan pemilihan
media yang tepat merupakan kebutuhan, sehingga sekolah tidak lagi menjadi
ruangan yang menakutkan dengan berbagai tugas dan ancaman yang justru
mengkooptasi kemampuan atau potensi dalam diri siswa.
Pemanfaatan teknologi merupakan kebutuhan mutlak
dalam dunia pendidikan sehingga sekolah benar-benar menjadi ruang belajar dan
tempat siswa mengembangkan kemampuannya secara optimal, dan nantinya mampu
berinteraksi ke tengah-tengah masyarakatnya. Lulusan sekolah yang mampu menjadi
bagian intergral peradaban masyarakatnya
III.
2 Saran
Dalam proses pembelajaran diperlukan kreativitas dan
inovasi yang terus menerus. Proses kreatif dan inovatif dapat dilakukan oleh
guru melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran yang menarik, membangkitkan
keingintahuan pada siswa, memotivasi siswa dalam berpikir kreatif dan
merangsang untuk menemukan hal-hal baru pada guru maupun siswa. Sebagai tugas
pokok guru adalah merangsang terciptanya proses pembelajaran aktif, kreatif,
inovatif, dan menyenangkan serta efektif dan efisien di kelas. Sehingga sasaran
dan target dari kebijakan pendidikan dapat tercapai dan dapat diwujudkan
seperti yang diamanatkan dalam Tujuan Pendidikan Nasional.
SUMBER
(1. MEDIA PEMBELAJARAN):
Estrada, E. dkk. (2010). Media Pembelajaran. [Online].
Tersedia: ejournal.unesa.ac.id/article/3084/12/article.docx. [04 April 2013]
2.
PENGEMBANGAN
MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN
Ruang Lingkup dan Fungsi Media Pembelajaran
a. Ruang Lingkup Media
Pembelajaran
Media
pembelajaran merupakan alat bantu yang berfungsi untuk menjelaskan sebagian
dari keseluruhan program pembelajaran yang sulit dijelaskan secara verbal.
Materi pembelajaran akan lebih mudah dan jelas jika dalam pembelajaran
menggunakan media pembelajaran. Maka media pembelajaran tidak untuk menjelaskan
keseluruhan materi pelajaran, tetapi sebagian yang belum jelas saja. Ini sesuai
fungsi media yaitu sebagai penjelas pesan.
Untuk itu,
salah satu ciri media pembelajaran dapat dilihat menurut kemampuannya
membangkitkan rangsangan pada indera penglihatan, pendengaran, perabaan, dan
penciuman siswa.
Secara umum, ciri-ciri media pembelajaran adalah bahwa media itu dapat diraba,
dilihat, didengar, dan diamati melalui panca indera. Di samping itu, ciri-ciri
media juga dapat dilihat menurut harganya, lingkup sasarannya, dan kontrol oleh
pemakai (Angkowo, 2007: 11).
Gerlach dan
Ely dalam Arsyad ( 2006: 14) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan
petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh
media yang mungkin guru
tidak mampu (atau kurang efisien) melakukannya.
1)
Ciri fiksatif (fixative property)
Ciri ini
menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan
merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat
diurut dan disusun kembali dengan media seperti fotografi, video tape, audio
tape, disket komputer, dan film.
2)
Ciri manipulatif (manipulative property)
Transformasi
suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif.
Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam
waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse
recording. Misalnya, bagaimana proses larva menjadi kepompong kemudian menjadi
kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotografi tersebut.
3)
Ciri distributif (distributive property)
Ciri distributif
dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui
ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar
siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu.
Dewasa ini, distribusi media tidak hanya terbatas pada satu kelas atau beberapa kelas pada sekolah-sekolah di dalam suatu wilayah tertentu, tetapi juga media itu misalnya rekaman video, audio, disket komputer dapat disebar ke seluruh penjuru tempat yang diinginkan kapan saja.
Dewasa ini, distribusi media tidak hanya terbatas pada satu kelas atau beberapa kelas pada sekolah-sekolah di dalam suatu wilayah tertentu, tetapi juga media itu misalnya rekaman video, audio, disket komputer dapat disebar ke seluruh penjuru tempat yang diinginkan kapan saja.
Ketiga ciri
ini merupakan karekteristik media yang dapat digunakan dalam pembelajaran.
Terkadang guru harus menyampaikan sesuatu yang telah terjadi pada masa lampau,
ruang dan waktu yang terbatas, serta materi yang sangat abastrak. Dengan
mempertimbangkan ketiga hal ini guru dapat memilih, menciptakan, dan
menggunakan media.
Sedangkan
menurut Ahmad Rohani (1997: 4), ciri-ciri umum media pembelajaran adalah
sebagai berikut :
1)
Media pembelajaran identik dengan alat peraga langsung
dan tidak langsung.
2)
Media pembelajaran digunakan dalam proses komunikasi
intruksional.
3)
Media pembelajaran merupakan alat yang efektif dalam
intruksional.
4)
Media pembelajaran memiliki muatan normatif bagi
kepentingan pendidikan.
5)
Media pembelajaran erat kaitannya dengan metode
mengajar khususnya maupun komponen-komponen sistem instruksional lainnya.
Media dalam
kategori ini sudah dalam arti luas, tidak sebatas alat bantu komunikasi dalam
pembelajaran. Tetapi media juga berkolaborasi dengan metodologi,
guru, siswa, serta isi pelajaran yang akan disampaikan.
Oemar Hamalik
dalam Darwanto (2007: 109) memberikan batasan-batasan dan ciri-ciri media
pendidikan (yang sekarang disebut media pembelajaran) sebagai berikut:
1) Media pembelajaran identik dengan pengertian keperagaan yang berasal dari kata “raga” artinya suatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan dapat diamati melalui panca indera.
1) Media pembelajaran identik dengan pengertian keperagaan yang berasal dari kata “raga” artinya suatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan dapat diamati melalui panca indera.
2) Tekanan utama terletak pada
benda-benda atau sesuatu yang dapat dilihat dan bisa didengar.
3) Media pembelajaran digunakan
dalam rangka hubungan (komunikasi) dengan pengajaran
antara siswa dan guru.
4) Media pembelajaran adalah
semacam alat bantu belajar mengajar, baik di dalam atau di luar kelas.
5) Media pembelajaran merupakan
suatu perantara (media) dan digunakan dalam rangka mendidik.
6) Media pembelajaran mengandung
aspek-aspek sebagai alat dan sebagai teknik yang sangat erat pertaliannya
dengan metode mengajar.
Perlu
diketahui bahwa media yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah media
pembelajaran. Identifikasi ciri-ciri media tentunya disesuaikan dengan konteks
pembelajaran. Adapun ciri-ciri media pembelajaran antara lain:
1)
Semua jenis alat yang dimanfaatkan sebagai alat bantu
pembelajaran.
2)
Menumbuhkan minat belajar siswa
3)
Meningkatkan kualitas pembelajaran
4)
Memudahkan komunikasi antara guru dan
siswa dalam pembelajaran.
Selain
ciri-ciri media pembelajaran di atas, terdapat pula peranan media pembelajaran
yang dipengaruhi oleh ruang, waktu, pendengar, serta sarana dan prasarana yang
tersedia. Adapun peranan media pembelajaran adalah sebagai berikut :
1)
Dapat mengatasi perbedaan pengalaman pribadi peserta
didik.
2)
Dapat mengatasi batas-batas ruang kelas.
3)
Dapat mengatasi apabila suatu benda secara langsung
tidak dapat diamati karena terlalu kecil. Misalnya, sel, bakteri, atom dapat
digunakan media gambar, slide, film dan sebagainya.
4)
Dapat mengatasi gerak benda secara cepat atau terlalu
lambat, sedangkan proses gerakan itu menjadi pusat perhatian peserta didik.
5)
Dapat mengatasi hal-hal yang terlalu kompleks dapat
dipisahkan bagian demi bagian untuk diamati secara terpisah.
6)
Dapat mengatasi suara yang terlalu halus untuk didengar
secara langsung melalui telinga. Misalnya, alat bantu sistem pengeras suara.
7)
Dapat mengatasi peristiwa-peristiwa alam. Misalnya,
terjadinya letusan gunung berapi dapat digunakan media gambar, film dan
sebagainya.
8)
Memungkinkan terjadinya kontak langsung dengan
masyarakat atau dengan keadaan alam sekitar. Misalnya, berkunjung ke museum,
kebun binatang dan sebagainya.
9)
Dapat memberikan kesamaan/kesatuan dalam pengamatan
terhadap sesuatu yang pada awal pengamatan peserta didik berbeda-beda.
10) Dapat
membangkitkan minat belajar yang baru dan membangkitkan motivasi kegiatan
belajar peserta didik (Rohani , 1997: 7).
Ruang
lingkup media pembelajaran adalah meliputi segala alat, bahan, peraga, serta
sarana dan prasarana di sekolah yang digunakan dalam proses pembelajaran. Media
tersebut bisa memberikan rangsangan pada siswa untuk belajar, menjadikan
pembelajaran makin efektif dan efisien, bisa menyalurkan pesan secara sempurna,
serta dapat mengatasi kebutuhan dan problem siswa dalam belajar. Lebih penting
lagi adalah media ini sengaja dipilih dalam proses pembelajaran. Sehingga media
yang tidak berorientasi pada pecapaian tujuan pembelajaran bukan termasuk dalam
ruang lingkup media pembelajaran.
b. Fungsi Media Pembelajaran
Media
pembelajaran telah menjadi bagian integral dalam pembelajaran. Bahkan
keberadaannya tidak bisa dipisahkan dalam proses pembelajaran di sekolah. Hal
ini telah dikaji dan diteliti bahwa pembelajaran yang menggunakan media
hasilnya lebih optimal. Walter Mc Kenzie (2005: 45) dalam bukunya “Multiple
Intelligences and Instructional Technology” mengatakan, media memiliki peran
penting dalam pembelajaran di kelas, yang mempengaruhi kualitas dan
keberhasilan pembelajaran. Dalam bagian ini dipaparkan berbagai fungsi media
dalam pembelajaran.
Pada mulanya
media hanya berfungsi sebagai alat bantu visual dalam kegiatan pembelajaran,
yaitu berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual kepada siswa antara
lain untuk mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah konsep yang
kompleks dan abstrak menjadi lebih sederhana, konkrit, serta mudah difahami.
Dengan demikian media dapat berfungsi untuk mempertinggi daya serap atau
retensi belajar siswa terhadap materi pembelajaran (Miarso, 1986: 49).
Oemar Hamalik
dalam Arsyad (2006: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam
proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh
psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi
pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan
penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu.
Selain
membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran berbasis
multimedia atau media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan
pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran
data, dan memadatkan informasi.
Angkowo dan
Kosasih (2007: 27) berpendapat bahwa salah satu fungsi media pembelajaran
adalah sebagai alat bantu pembelajaran, yang ikut mempengaruhi situasi, kondisi
dan lingkungan belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah
diciptakan dan didesain oleh guru. Selain itu media dapat memperjelas pesan
agar tidak terlalu bersifat verbal (dalam bentuk kata tertulis dan kata lisan
belaka). Memanfaatkan media secara tepat dan bervariasi akan dapat mengurangi
sikap pasif siswa.
Pemakaian
media dalam proses pembelajaran akan dapat membangkitkan keinginan dan minat
baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, serta membawa
pengaruh psikologis terhadap siswa. Media juga dapat berguna untuk
membangkitkan gairah belajar, memungkinkan siswa untuk belajar mandiri sesuai
dengan minat dan kemampuannya.
Media dapat
meningkatkan pengetahuan, memperluas pengetahuan, serta memberikan
fleksibilitas dalam penyampaian pesan. Selain itu media juga berfungsi sebagai
alat komunikasi, sebagai sarana pemecahan masalah dan sebagai sarana
pengembangan diri.
Important
terms for Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran: media dan sumber
belajar, pemanfaatan media, media pembelajaran berbasis multimedia,
media sebagai sumber belajar, teknologi informasi dalam pembelajaran, media
sumber belajar
Musfiqon, HM. (2012). Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran,
[Online].
Tersedia: http://prestasipustakaraya.com/media-dan-sumber-belajar-pengembangan-media-dan-sumber-pembelajaran-penulis-dr-hm-musfiqon-m-pd.html/.
[04
April 2013]
3.
PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN ATRAKTIF
Pendidikan secara umum dapat dimengerti sebagai suatu usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak dan budi mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada
intinya pendidikan adalah suatu proses yang disadari untuk mengembangkan
potensi individu sehingga memiliki kecerdasan pikir, emosional, berwatak dan
berketerampilan untuk siap hidup ditengah-tengah masyarakat.
Sedangkan Pendidikan Berbasis Kompetensi menekankan pada kemampuan yang
harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi adalah
kemampuan yang secara umum harus dapat dikuasai siswa baik secara pengetahuan
maupun kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Singkatnya adalah sekaligus
mengetahui dan mampu menerapkan apa yang dikatahuinya itu. Oleh karena itu
pendidikan yang berbasis kompetensi uji mutunya terletak pada kemampuan
minimal yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari suatu mata pelajaran atau
bidang studi tertentu.
Pembelajaran berbasis kompetensi berarti suatu program pembelajaran di
mana hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa, sistem
penyampaian, dan indikator pencapaian hasil belajar dirumuskan secara
tertulis sejak perencanaan dimulai. Maka dalam pembelajaran berbasis
kompetensi yang perlu adalah adanya rumusan kompetensi yang ingin dicapai
secara spesifik, jelas dan terukur; strategi penyampaian yang menekankan
keaktifan siswa, dengan penggunaan metode yang kolaboratif dan manajemen
waktu yang tepat; serta sistem evaluasi yang tidak hanya mengukur daya ingat
saja tetapi lebih-lebih pada daya nalar dan keterampilan. Yang pokok adalah
penguasaan kompetensi dasar, oleh karena itu materi yang tidak menunjang
pencapaian kompetensi dapat dihilangkan. Dasar proses pembelajaran adalah
kompetensi, sehingga kegiatannyapun harus merunut pada kompetensi yang telah
dirumuskan, bukan berdasarkan pada banyaknya dan urutan materi yang ada.
Dengan demikian dibutuhkan keterampilan bagi para pendidik untuk merumuskan
kompetensi dasar dan sekaligus menyeleksi materi yang ada, serta strategi
pengalaman belajar yang membuat siswa dengan "gampang" mencapai
kompetensi dasar.
PEMBELAJARAN
AKTIF
Proses pembelajaran di Taman Kanak-Kanak, Kelas I dan II Sekolah Dasar
sangat dibutuhkan suatu strategi pembelajaran yang aktif. Berbagai macam
aktivitas perlu diterapkan dalam pembelajaran apapun. Dengan bermain, menari,
berolahraga, dramatisasi, gerak tangan dan kaki, apapun yang merupakan
aktivitas positif dapat diterapkan. Proses pembelajaran pada usia dini yang
telah mengikat anak pada suatu disiplin ketenangan duduk dan terlalu banyak
di kelas dengan hanya mendengarkan, dan mencatat, tidaklah tepat.
Yang dimaksud dengan pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang
menekankan keaktifan siswa untuk mengalami sendiri, untuk berlatih, untuk
berkegiatan sehingga baik dengan daya pikir, emosional dan keterampilannya
mereka belajar dan berlatih. Pendidik adalah fasilitator, suasana kelas
demokratis, kedudukan pendidik adalah pembimbing dan pemberi arah, peserta
didik merupakan obyek sekaligus subyek dan mereka bersama-sama saling mengisi
kegiatan, belajar aktif dan kreatif. Disini dibutuhkan partisipasi aktif di
kelas, bekerja keras dan mampu menghargainya, suasana demokratis, saling
menghargai dengan kedudukan yang sama antar teman, serta kemandirian
akademis.
Beberapa
petunjuk penerapan Pembelajaran Aktif:
a.
Mulailah pelajaran dengan menanyakan ringkasan atau
apa yang penting dari pelajaran yang lalu. Mintalah peserta didik untuk
membagikan apa yang mereka tulis atau ketahui kepada teman sekelas.
b.
Mintalah peserta didik untuk mengajukan pertanyaan
apa yang belum mereka pahami atau minta keterangan lebih lanjut mengenai
pelajaran yang lalu atau pelajaran yang akan diberikan.
c.
Mintalah peserta didik untuk menerka materi apa yang
akan diberikan pada hari ini.
d.
Meminta peserta didik untuk menuliskan
komentar/mengomentari secara lisan topik atau tema yang akan dibahas.
e.
Gunakanlah teknik permainan "jigsaw" untuk
sarana permainan dalam kelompok kecil. Masing-masing kelompok memiliki tugas
yang sama, tetapi sedikit informasi, sehingga mereka harus bekerjasama.
f.
Mempersiapkan diskusi dengan menanyakan sesuatu,
menyebutkan angka satu untuk yang setuju atau menunjukkan kertas warna hijau,
angka dua atau warna merah untuk yang tidak setuju, dan angka tiga atau warna
kuning untuk yang ragu-ragu. Kemudian berdasarkan jawaban itu peserta didik
diminta untuk mengajukan alasan atau argumentasinya.
g.
Kerja kelompok, dimana setiap kelompok melakukan
aktivitas tertentu sesuai dengan topik atau tema yang sedang
dibahas/disampaikan.
h.
Pada akhir proses pembelajaran, peserta didik diminta
untuk menuliskan ringkasan menurut bahasanya sendiri. Atau diminta untuk membuat
suatu tanggapan sesuai dengan kemampuannya entah dengan menggambar, membuat
puisi, mengekspresikan dengan gerakan, menyanyi dan atau menari.
i.
Peserta didik diminta untuk merumuskan
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan pokok atau tema bahasan, setelah ditukarkan
dengan teman yang lain (misalnya sebangku), kemudian diminta untuk
mengerjakannya sebagai pekerjaan rumah.
j.
Siswa diminta untuk memberikan contoh dari
pengalamannya yang berkaitan dengan pokok/tema yang baru saja dibahas.
Anjuran
praktis ini, terbuka akan penyesuaian dengan tingkat dan jenjang pendidikan
yang ada.
PEMBELAJARAN ATRAKTIF
Pembelajaran atraktif adalah suatu proses pembelajaran yang mempesona,
menarik, mengasyikkan, menyenangkan, tidak membosankan, variatif, kreatif dan
indah. Dalam proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak dan kelas I dan II
Sekolah Dasar sangat diperlukan proses pembelajaran yang atraktif. Sebab pada
umumnya anak-anak pada usia dini masih cepat bosan belajar dan berlatih,
kegiatannya ditentukan oleh suasana hati dan menyenangi hal-hal yang indah,
warna-warni, menggembirakan, dan mengumbar daya imajinasi yang tinggi dan
liar. Pendidik hendaknya piawai dalam hal menciptakan proses pembelajaran
yang mempesona dan membesut metode serta sarana yang mampu membuat mereka asyik
belajar, bermain, melakukan sesuatu dengan variasi yang memadai. Pendidik
harus kreatif dan inovatif dalam menciptakan alat dan sarana belajar, alat
permainan serta lagu-lagu atau cerita-cerita sederhana dan ringkas. Sehingga
tidak kekurangan akal dan sarana untuk mengaktifkan peserta didik dalam
proses pembelajaran.
Keterpesonaan peserta didik dalam proses pembelajaran dapat ditentukan
oleh karena keterampilan pendidik dalam mendongeng atau bercerita;
keterampilan membuat alat dan sarana bermain; kepandaian pendidik dalam
menyanyi, kreativitas pendidik dalam menggunakan barang-barang bekas menjadi
alat peraga; keterampilan pendidik dalam memilih metode secara variatif; dan
penciptaan suasana kelas yang menggembirakan, menyenangkan dan nyaman. Namun
ada satu hal yang sangat penting dari semua itu yaitu kepandaian pendidik
dalam membangun komunikasi dan keakraban dengan peserta didik. Komunikasi
yang lancar, keakraban yang sangat erat akan menentukan semua proses
pembelajaran menjadi atraktif.
Oleh karena itu tidak kalah pentingnya adalah penampilan profil
pendidik di depan kelas. Apakah dalam berpakaian telah sewajarnya sesuai
dengan tugas dan peran yang sedang dilakukan. Apakah ekspresi wajah dan tubuh
menampakkan keceriaan, kebahagiaan, kegesitan, kelincahan. Apakah dalam
ungkapan kata-kata dan perilaku lebih menunjukkan kesantunan, penghargaan
yang positif terhadap anak-anak. Apakah pendidik mampu
"mensejajarkan" diri dengan anak-anak yang sedang dihadapinya.
Sehinga peserta didik merasa nyaman, tentram, damai, senang dan bergairah
dalam belajar dan berlatih. Singkatnya guru yang atraktif adalah guru yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta sikap profesional dalam
mengusahakan proses pembelajaran yang mempesona, menarik dan menyenangkan,
yang dimulai dari penciptaan profil diri yang menarik dan mempesona bagi
anak.
Selain unsur pendidik, strategi pembelajaran, suasana kelas,
pembelajaran atraktif juga ditentukan oleh keadaan kelas dan sarana
prasarananya. Untuk ruang kelas Taman Kanak-Kanak dan juga ruang kamar di
rumah, sangat mendukung jikalau dipenuhi dengan warna-warni keceriaan. Ini
juga sekaligus untuk memperkenalkan warna-warna dasar. Alat dan sarana
permainan juga dicat dengan warna-warni ceria, yang mengungkapkan unsur
dinamis.
Catatan yang cukup penting adalah bahwa peserta didik diberikan
kebebasan dan keleluasaan untuk menggunakan alat dan sarana yang ada. Memang
penting diajari bagaimana menggunakan alat dan sarana dengan tepat, tetapi
jangan sampai dilarang hanya karena supaya tidak cepat rusak. Alat dan sarana
yang disediakan di ruang kelas atau kamar bermain anak adalah untuk bermain,
belajar dan berlatih. Melarang penggunaannya hanya menjadikan hambatan dalam
kemajuan belajar anak-anak. Lebih baik alat dan sarana itu rusak karena dipakai
untuk berlatih, belajar dan bermain, daripada rusak hanya karena disimpan.
Sifat pokok dari pembelajaran atraktif adalah memukau, menarik,
menyenangkan, indah. Atraktif dari segi fisik menyangkut ruangan kelas, taman
bermain, dan alat sarana permainan. Atraktif dari segi suasana menyangkut
profil pendidik yang murah senyum, ramah, memiliki kasih sayang yang memadai
terhadap anak-anak, berhubungan akrab. Serta atraktif dalam proses
pembelajaran yang menyangkut penggunaan metode yang kolaboratif dan variatif,
tempat pembelajaran yang tidak hanya di dalam kelas saja tetapi juga di luar
kelas (out door). Orientasi untuk Taman Kanak-Kanak adalah bermain dan
bernyanyi. Sedangkan orientasi untuk Anak kelas I dan II Sekolah Dasar adalah
pengembangan kemampuan membaca, menulis dan berhitung, dengan suasana
bermain, bernyanyi, dan berlatih secara sederhana dan tidak menekan.
Penampilan dari pembelajaran atraktif misalnya nampak pada ruangan
kelas dekoratif, banyak dipajang dan juga digantungkan hiasan-hiasan yang bersifat
mendidik untuk mengenalkan lingkungan terdekat anak-anak yang indah. Selain
itu juga harus menunjukkan estetika, termasuk warna cat, jenis permainan,
gambar-gambar. Di dalam rangan bermain hendaknya tersedia banyak media bagi
anak-anak, media untuk mengenal bangunan, untuk mengenal gambar huruf dan
angka, media untuk mengenal benda-benda sekitar, media untuk mengenal
buah-buahan, sayur-sayuran. Pada pokoknya media yang dapat menolong anak
untuk mengenali dirinya sendiri dalam tema "AKU", "Panca Indera"
dan "Keluarga". Sejauh mungkin terdapat alat peraga dan alat bantu
bermain atau berkegiatan, yang diusahakan oleh para pendidik. Penampilan
taman bermain sejauh mungkin juga memperhatikan kaidah-kaidah estetika,
warna-warni, bervariasi, dekoratif, tetapi tetap aman dan nyaman digunakan.
Jangan lupa juga agar terdapat ilustrasi dan situasi penuh warna. Jadi
singkatnya dalam penampilan kelas atau ruangan, taman bermain lengkap dengan
alat-alat permainannya, gambar/ilustrasi, hendaknya menarik, mempesona dan
memukau anak-anak. Diharapkan dengan penampilan yang demikian anak-anak akan
merasa tidak bosan untuk belajar di sekolah. Hal ini masih penting juga
diusahakan di kelas I dan II SD.
Pada pendidikan usia dini yang ditekankan ialah pembiasaan-pembiasaan yang
baik dalam kehidupan sehari-hari. Untuk Taman Kanak-Kanak lebih ditekankan
pada pengenalan dan pengembangan peran serta fungsi diri dengan Tema
"AKU", pengenalan dan pengembangan fungsi "Panca Indera",
serta pengenalan dan pengembangan hubungannya dalam "Keluarga".
Dari situ baru dikembangkan dalam hal kemampuan daya pikir, perasaan dan
keterampilan seperti membaca, menulis dan berhitung, mengendalikan diri,
bekerja sama, yang semuanya masih disampaikan dalam suasana gembira, ceria
dalam bermain dan bernyanyi serta menari/gerak.
PEMBELAJARAN BERDASARKAN KECERDASAN JAMAK
Pendidikan sekarang ini terlalu dipersempit pada pengembangan
kecerdasan pikir yang diukur dengan IQ saja. Pengertian ini harus digeser
pada pemahaman bahwa sebenarnya setiap orang memiliki kecerdasan
jamak/majemuk. Pendidikan dan pembelajaran seharusnya memobilisasi kecerdasan
jamak/majemuk. Artinya, sekolah dalam menyusun kurikulum, atau pendidik dalam
menyusun proses pembelajaran, atau orang tua dalam mendidik dan melatih
putra-putrinya, bertanya bagaimana dapat membantu sebaik mungkin anak-anak
yang memiliki kecerdasan logika-bahasa (bercerita), musik, berelasi dan
berkomunikasi, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan gerakan badan,
kecerdasan ruang, dan kecerdasan intra pribadi. Kurikulum kita yang
tradisional ternyata tidak banyak membantu perkembangan kecerdasan peserta
didik. Banyak anak tidak sukses dalam belajar, hasilnya dibawah ukuran
kecerdasannya, sebab tidak ada sarana dan kesempatan untuk mengambangkan dan
melatih kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki. Menurut Howard Gardner, hanya
dua saja yang sangat ditekankan di sekolah-sekoloah yaitu kecerdasan logika
matematis dan logika bahasa.
Dalam kecerdasan jamak, anak yang mungkin tidak mampu di dalam
kecerdasan logika matematika dan bahasa, dia dapat dikembangkan dengan lima
kecerdasan lainnya. Mungkin dapat dibantu untuk mengembangkan kecerdasan
musiknya, keterampilan gerak badannya dalam menari atau berolah raga, dilatih
kecerdasannya dalam pergaulan, bagaimana memahami orang lain, bagaimana
bekerjasama. Singkatnya setiap anak dapat dilatih dan dikembangkan melalui
tujuh macam kecerdasan yang ada. Misalnya sejauh mungkin di dalam proses
pembelajaran atau di dalam kelas, pendidik mengusahakan pusat-pusat
pembelajaran atau waktu-waktu yang difokuskan pada bermacam kecerdasan yang
ada. Misalnya ada pusat seni (baik untuk seni rupa/lukis, drama), pusat
matematika (untuk berhitung, menggambar angka, himpunan), pusat musik (seni
musik dan seni suara), pusat bahasa (untuk membaca, mengarang, komunikasi),
pusat proyek bersama, dan pusat untuk kerja individual. Dengan demikian
setiap anak akan terlayani dengan baik, tidak hanya terfokus pada mereka yang
memiliki kecerdasan logika bahasa dan matematika.
Salah satu penyebab kegagalan belajar di sekolah dikarenakan pendidik
memandang bahwa setiap anak itu memiliki pola belajar mengajar yang sama,
sehingga tidak menyediakan proses dan menu pembelajaran yang berbeda-beda.
Akibatnya hanya anak-anak tertentu saja yang maju yaitu yang memiliki kecerdasan
logika bahasa dan matematika yang lumayan baik. Kita kurang mengembangkan
metode kolaboratif dan variatif dan pusat-pusat pembelajaran, sehingga sangat
sedikit anak yang terbantu dalam mengembangkan dan melatih kecerdasan. Kita
juga kurang mengembangkan pendekatan pembelajaran yang berdasar pada
kecerdasan majemuk seperti supermarket yang menyediakan berbagai menu dan
cara pendekatan pembelajaran.
Di Taman Kanak-Kanak dan kelas I dan II Sekolah Dasar sangat diperlukan
menu dan proses pembelajaran berdasarkan kecerdasan jamak/majemuk. Pendidik
merancang sedemikian rupa ruangan kelas, alat peraga, alat permainan,
kelompok belajar, metode, tugas, sehingga ketujuh kecerdasan yang ada dapat
dilatihkan dan dikembangkan. Juga yang tidak kalah penting adalah menyediakan
sarana dan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berinteraksi, baik
berinteraksi dengan dirinya sendiri maupun berinteraksi secara sosial dengan
orang-orang terdekat. Sebab suasana yang kondusif dalam pergaulan (relasi dan
komunikasi), serta kemampuan untuk mengenal diri sendiri, mengembangkan sikap
empati, simpati dan juga rasa persaudaraan yang saling mengembangkan. Mungkin
dua motto berikut dapat memotivasi kita dalam melaksanakan proses
pembelajaran berdasar kecerdasan jamak: Pertama, "Semua anak itu cerdas
dan ajarlah (didiklah) setiap anak sesuai dengan keunikan talentanya
masing-masing." Kedua, " Kenalilah dirimu sendiri dan berjalanlah
beriringan dengan teman-temanmu, merupakan keterampilan kunci untuk
mengembangkan kecerdasan."
Hasil salah satu penelitian :
Hasil penelitian dari suatu sekolah yang telah melaksanakan pendekatan
pembelajaran dengan tujuh pusat atau tujuh kecerdasan yang berbeda-beda,
menunjukkan suatu hasil yang sangat penting. Siswa belajar melalui membaca,
menulis, komputer, pemecahan masalah secara kooperatif, bergerak dan
"membangun sesuatu", menyanyi dan menciptakan irama, dan melalui
bentuk-bentuk seni yang lain. Kurikulum dan proses pembelajarannya dirancang
baik secara tematis maupun perpaduan antar berbagai disiplin ilmu. Setelah
diadakan penelitian selama tiga tahun melalui jurnal harian, penelitian
suasana kelas, dan juga peningkatan hasil belajar siswa, hasilnya sebagai
berikut:
a)
Menunjukkan adanya peningkatan sikap
ketidaktergantungan, tanggungjawab dan kemandirian peserta didik dalam proses
pembelajaran
b)
Menunjukkan perubahan perilaku untuk menghadapi suatu
masalah
c)
Menunjukkan
adanya peningkatan kemampuan untuk bekerja sama secara kooperatif
d)
Kemampuan kelompok dalam bekerja menggunakan berbagai
macam cara dan media, paling tidak menggunakan 4 sampai 5 pendekatan
kecerdasan jamak
e)
Peserta didik yang memiliki kecerdasan gerak tubuh
umumnya lebih beruntung karena pendekatan dinamis dan bergerak
f)
Terlatih sikap-sikap kepemimpinan, karena aktif
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
g)
Di rumah menjadi lebih rajin, lebih aktif belajar,
lebih positif sikapnya terhadap kegiatan-kegiatan sekolah
h)
Proses kegiatan dengan musik atau lagu dan bergerak
dari pusat belajar yang satu dengan yang lainnya, menjadikan anak lebih
bergairah dalam hidup dan bahagia
i)
Peran pendidik semakin berubah dari instruktor,
informator ke fasilitator, pendamping lebih sebagai sumber belajar yang
mendampingi peserta didik
j)
Peserta didik menunjukkan peningkatan kemampuan dalam
berpikir, merasakan, bekerjasama, dan menunjukkan keaktifan yang efektif
SUMBER
(3. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN ATRAKTIF):
Riyanto, Br. T. (2002). Pendidikan dan Pembelajaran Atraktif, [Online].
Tersedia: http://www.bruderfic.or.id/h-57/.
[04 April 2013]
|
4. MODEL
PEMBELAJARAN ATRAKTIF DI TAMAN KANAK-KANAN
Oleh:
Kartini, S.Pd. (Widyaiswara PPPG Tertulis Bidang Studi Keguruan)
Sasaran utama
dalam kerangka sistem dan aktifitas persekolahan di antaranya mempersatukan
pendidikan dan kreatifitas peserta didik. Tujuannya untuk menumbuhkembangkan
potensi-potensi yang dimiliki anak didik termasuk potensi memberikan respon
kreatif terhadap hal-hal sekitar kehidupannya. Ada yang beranggapan bahwa bila
daya kreativitas peserta didik rendah, maka secara pedagogis ada yang kurang
pas dalam kerangka sistem dan aktivitas persekolahan.Malik Fadjar sebagai
praktisi pendidikan berpendapat selama ini proses belajar mengajar terasa rutin
dan statis, kalaupun ada perubahan atau perbaikan sifatnya masih
sepotong-sepotong dan parsial. Padahal pembaharuan dan perubahan tidak hanya
menyangkut didaktik metodik saja, melainkan menyangkut pula aspek-aspek
pedagogis, filosofis, input, proses, dan output.
James W.
Botkin menamai proses belajar itu dalam suasana inovatif [innovative
Seaming). Suasana belajar yang inovatif dapat memecahkan persoalan-persoalan
krisis dalam pendidikan dan membentuk ketahanan anak didik maupun sekolah dalam
menghadapi kehidupan serta menjaga harkat martabat manusia supaya tetap
berkembang.
Sementara ini
ada pemahaman yang salah, mereka menganggap bahwa guru TK tidak lagi
berpandangan bahwa taman yang paling indah tempat bermain dan berteman banyak
yang penuh dengan suasana inovatif. Akan tetapi tempat belajar, tempat
mendengar guru mengajar dan mengerjakan PR. Tentu saja hal itu akan membuat
anak-anak jenuh, pasif, dan terlebih lagi hilang sebagian masa bermainnya.
Dalam tulisan
ini mencoba menguraikan bagaimana mempertemukan pendidikan dan kreativitas pada
anak didik melalui model pembelajaran di TK yang atraktif.
PPPG Tertulis
telah rnengadakan studi banding pada sekolah Taman Kanak-kanak di wilayah
Bandung tengah mengenai pengembangar model pendidikan di TK. Berdasarkan temuan
di lapangan ada beberapa TK yang sedang menerapkan pengembangan –model
pendidikan untuk TK Atrakfif.
Gagasan TK
Atraktif tersebut pada dasarnya mempakan upaya mengembalikan TK pada fungsinya
yang hakiki sebagai sebuah taman yang paling indah. Maksud tainan di sana
yaitu TK yang menyenangkan dan menarik. Selain dari itu, dapajuga menantang anak
untuk bermain sambil mempelajari berbagai hal tentang bahasa, intelektual,
motorik, disiplin, emosi, dan sosiobilitas.Kata atraktif mengandung
makna selain menarik dan menyenangkan juga penuh kreativitas dan dapat
mendorong anak bermain sambil belajar sesuai dengan prinsip pokok pendidikan di
TK.
Pengembangan Model
Pelajaran untuk TK Atraktif
Seperti yang
sudah diuraikan di atas, bahwa tujuan pokok dari pengembangan TK atraktif ialah
mengembalikan dan menempatkan TK pada fungsinya yang hakiki sebagai sebuah
taman. Secara khusus, pengembangan TK atraktif bertujuan untuk:
- Menanamkan filosofi pelaksanaan pendidikan di Taman Kanak-kanak.Filosofi pendidikan TK telah disusun dan dituangkan dengan indahnya dalam mars lagu TK. Mars TK bukan hanya sekedar dinyanyikan, tapi merupakan pengejawantahan isi dan makna yang tertuang dalam lagu tersebut. TK adalah “taman yang paling indah”, secara filosofi seharusnya menjiwai pelaksanaan pendidikan TK dengan berbagai bentuk kegiatan yang indah, menarik dan menyenangkan anak. “Tempat bermain”, yaitu melalui bermain anak akan “berteman banyak”, urrtuk mempelajari karakter, keinginan, sikap, dan gayatingkah laku masing-masing.
- Menyebarkan wawasan tentang pelaksanaan pendidikan TK yang atraktif. Tingginya derajat penyimpangan TK mengharuskan perlunya secara intensif penyebaran wawasan dan pemahaman tentang makna dan proses pendidikan TK atraktif.
- Mengubah sikap dan perilaku guru yang belum sesuai dengan kerakteristik pendidikan di TK.
- Mendorong munculnya inovasi dan kreativitas guru dalam menciptakan dan mengembangkan iklim pendidikan yang kondusif di TK.
Selanjutnya
suatu Taman Kanak-kanak dapat dikatakan atraktif apabila memenuhi 3 persyaratan
yang disebut sebagai 3 pilar utama.
Pilar
pertama: Penataan lingkungan, baik di dalam maupun diluar kelas.
Walaupun penataan lingkungan di TK sudah ada dalam buku pedoman sarana
pendidikan TK. Namun bagi seorang guru yarrg kreafif, tidak ada sejengkal
ruangan yang tidak bisa dijadikan sarana pengembangan anak. Segi penataan
lingkungan di dalam kelas, setiap ruangan, mulai dari lantai, dinding, rak
buku, jendela, sampai langit-langit dapat dibuat menjadi atraktif. Begitu juga
segi penataan lingkungan di luar kelas, mulai dari pintu gerbang, jalan menuju
kelas, tanaman hias, apotik hidup, kandang binatang ternak, saluran air, tempat
sampah, papan pengumuman, ayunan, jungkitan, papan luncur sampai terowongan
semuanya bisa dirancang atraktif. Contoh: Pintu gerbang- bisa dibentuk menjadi
bentuk ikan hiu, harimau atau ayam.
Pilar
kedua: Kegiatan bermain dan -alat permainan edukatif, Merancang, dan
mengembangkan berbagai jenis alat permainan edukatif, bagi guru yang kreatif
akan menggunakan bahan-bahan yang terdapat di lingkungan sekitar anak, misalnya
terbuat dari koran, kardus, biji kacang hijau, batang korek api, lilin, gelas
aqua dan sebagainya. Demikian pula pada kegiatan pengembangan kemampuan anak,
akan dikemas oleh guru menjadi kegiatan yang menarik. dalam suatu Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM), contohnya dalam pembukaan ada kegiatan brainstorming,
dalam proses permainan ada kegiatan fun cooking, sandal making, story
reading, atau story telling.
Pilar
ketiga: Ada interaksi edukatif yang ditunjukkan guru. Guru TK harus
memahami dan melaksanakan tindakan edukatif yang sesuai dengan usia perkembangan
anak. Mulai dari. pembukaan kegiatan proses KBM sampai penutup kegiatan.
Tindakan guru dapat dimulai dengan memberikan teladan, misalnya cara duduk,
membuang sampah etika makan, berpakaian, berbicara dan sebagainya. Demikian
pula cara bertindak, misalnya memberi pujian dan dorongan pada anak,
menunjukkan kasih sayang dan perhatian hendaknya adil.
Beberapa Model
Pendidikan TK Atraktif
Dalam tulisan
ini, akan dikemukakan 2 contoh model pendidikan TK atraktif, yaitu Pengajaran
Suara, Bentuk dan Bilangan dan Sistem PengajaranSentra.
1. Pengajaran Suara,
Bentuk, dan Bilangan
Konsep
pengajaran suara, bentuk dan bilangan berawal dari konsep dasar yang
dikemukakan oleh John Heindrich Pestalozzi. Walaupun Pestalozzi hidup pada abad
16, tapi pandangan dan konsep-konsepnya banyak yang menjadi kerangka dasar para
pemikir pendidikan anak untuk Taman Kanak-kanak di abad sekarang. Salah satu
karyanya berjudul “Die Methoden” yang mengupas tentang metodologi pembelajaran
dalam beberapa bidang pelajaran. Salah satu pandangannya yang sangat relevan
dalam pendidikan untuk TK atrakfif adalah konsep pembelajaran yang menekankan
pada suara, behtuk dan bilangan. Konsep ini sangat dekat dengan pengembangan
potensi anak pada dimensi auditori, visual dan memori yang tepat digunakan bagi
perkembangan anak TK.
Pandangan Dasar tentang
Pendidikan
Pestalozzi mempunyai
pandangan bahwa pendidikan bukanlah upaya menimbun pengetahuan pada anak didik.
Atas dasar pandangan ini, ia menentang pengajaran yang “verbalists”. Pandangan
ini melandasi pemikirannya bahwa pendidikan pada hakikatnya usaha pertolongan
(bantuan) pada anak agar anakmampu menolong dirinya sendiri yang dikenal dengan
“Hilfe Zur Selfbsthilfe“.
Dilihat dari
konsepsi tujuan pendidikan, Pestolozzi sangat menekankan pengembangan aspek
sosial pada anak sehingga anak dapat melakukan adaptasi dengan lingkungan
sosialnya serta mampu menjadi anggota masyarakat yang berguna. Pendidikan
sosial ini akan berkembang jika dimulai dari pendidikan ketuarga yang baik. A
Malik Fajar dalam opininya tentang Renungan Hardiknas tanggal 2 Mei 2001 sangat
mendukung gagasan untuk menghidupkan kembali pendidikan berbasis masyarakat (community
base education) dan menjadikannya sebagai paradjgma barn sekaligus model
yang patut ditindaklanjuti.
Pada kenyataannya
baik pendidikan maupun sistem dan model-model kelembagaan yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat mencerminkan kondisi sosial, ekonomi dan
budaya. Jadi menurutnya pendidikan berbasis masyarakat akan memperkuat
posisi dan peran pendidikan sebuah model sosial. Ada 3 prinsip yang
menjadi dasar pendidikan ini, yaitu sebagai berikut.
- Pendidikan TK menekankan pada pengamatan alam. Semua pengetahuan bersumber pada pengamatan.- Pengamatan seorang anak pada sesuatu akan menimbulkan pengertian. Pengertian yang baru akan bergabung dengan pengertian lama dan membentuk pengetahuan. Selain itu Pestolozzi juga menganjurkan . pendidikan kembali ke alam (back to nature), atau sekolah alam. Inti utamanya adalah mengajak anak melakukan pengamatan pada sumber belajar di lingkungan sekitar.
- Menumbuhkan keaktifan jiwa raga anak. Melalui keaktifan anak maka ia akan mampu mengolah kesan pengamatan menjadi pengetahuan. Keaktifan juga akan mendorong anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga merupakan pengalaman langsung dengan lingkungan. Pengalaman interaksi ini akan menimbulkan pengertian tentang lingkungan dan selanjutnya akan menjadi pengetahuan baru. Inilah pemikiran Pestolozzi yang banyak menjadi topik perbincangan yang disebut belajar aktif (active learning).
- Pembelajaran pada anak harus berjalan secara teratur setingkat demi setingkat atau bertahap. Prinsip ini sangat cocok dengan kodrat anak yang tumbuh dan berkembang secara bertahap. Pandangan dasar tersebut membawa konsekuensi bahwa bahan pengembangan yang diberikan harus disusun secara bertahap, dimulai dari bahan termudah sampai tersulit, dari bahan pengembangan yang sederhana sampai yang terkompleks.
Konsep Pendidikan
Atraktif dari Pestolozzi
Ciri khas
pandangan Pestalozzi mengenai proses pendidikan TK atrakfif yaitu melalui
adanya pengajaran suara, bentuk dan bilangan. Semua bidang pengembangan yang
diajarkan pada anak dikelompokkan dalam 3 kategori sebagai berikut.
- Konsep suara mencakup bahan pengembangan bahasa, pengetahuan sejarah dan pengetahuan bumi.
- Konsep bentuk mencakup pengetahuan bangun, menggambar dan menulis.
- Konsep bilangan mencakup semua aspek yang berkaitan dengan berhitung.
Ketiga konsep
di atas dapat melalui pengembangan AVM (Auditory Visual Memory).
Melalui pengembangan AVM ini fungsi sel-sel syaraf akan berkembang dan
selanjutnya akan dapat mengembangkan potensi-potensi lainnya seperti imajinasi,
kreativitas, intelegensi, bakat, minat anak, misalnya dalam kelompok
pengembangan auditori (bahasa), pengembangan perbendaharaan kosa kata anak dan
kemampuan berkomunikasi harus mendapat perhatian intensif. Perbendaharaan
kosakata akan menyentuh atau mempengaruhi dimensi potensi lainnya. Kemampuan
anak berkomunikasi tergantung pada penguasaan kosakata anak.Dalam
pelaksanaannya, pengembangan AVM dilaksanakan secara terpadu (intergrated).
Kegiatan yang menggunakan metode percakapan dan bercerita, akan merupakan
metode yang efektif dalam pengembangan AVM di TK.Sebagai contoh: memperkenalkan
wama merah, bentuk bulat, rasa manis pada “Apel” merupakan salah satu model
intergrated dalam pengembangan AVM.
- Melalui gambar : anak diperkenalkan dengan pengertian “Apel”.
- Melalui kosakata :anak mengucapkan kata “apel”.
- Melalui bentuk :anak mengenal bentuk bulat.
- Melalui bilangan :anak menghitung jumlahnya1, 2, 3 dan seterusnya.
2. Sistem Pengajaran
Sentra
Model
pendidikan ini, menitik beratkan pada pandangan seorang ahli pendidikan, Helen
Parkhust yang lahir tahun 1807 di Amerika. Pandangannya adalah kegiatan
pengajaran harus disesuaikan dengan sifat dan keadaan individu yang mempunyai
tempat dan irama perkembangan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Setiap
anak akan maju dan berkembang sesuai dengan kapasitas kemampuannya
masing-masing. Walaupun demikian kegiatan pengajaran harus memberikan kemungkinan
kepada murid untuk berinteraksi, bersosialisasi dan bekerja sama dengan murid
lain dalam mengerjakan tugas tertentu secara mandiri. Pandangan ini
mengisyaratkan bahwa Helen Parkhust tidak hanya mementingkan aspek individu,
tapi juga aspek sosial.Untuk itu bentuk pengajaran ini merupakan keterpaduan
antara bentuk klasikal dan bentuk individual. Sebagai gambaran pelaksanaan
model ini, dapat diungkapkan sebagai berikut.
a) Ruangan kelas
Ruangan kelas
dapat dimodifikasi menjadi kelas-kelas kecil, yang disebut ruangan vak atau
sentra-sentra. Setiap ruangan vak atau sentra. terdiri atas satu bidang
pengembangan. Ada sentra bahasa, sentra daya pikir, sentra daya cipta, sentra
agama, sentra seni, sentra kemampuan motorik. Contohnya pada sentra bahasa
terdapat bahan, alat-alat, serta sumber belajar seperti tape recorder, alat
pendengar, kaset, alat peraga, gambar, dan sebagainya.
Pada sentra
daya pikir berisi bahan-bahan ajar seperti alat mengukur, manik-manik, lidi
untuk menghitung, gambar-gambar, alat-alat geometris, alat-alat laboratorium
atau majalah pengetahuan. Demikian pula pada sentra khusus seperti sentra
balok, sentra air, sentra musik atau sentra bak pasir.
b) Guru
Setiap guru
harus mencintai dan menguasai bidang pengembangan masing-masing. Guru harus memberi
penjelasan secara umum kepada murid-murid yang mengunjungi sentranya sesuai
dengan tema yang dipelajari. Memberi pengarahan, mengawasi dan
mempematikan murid-murid ketika menggunakan alat-alat sesuai dengan materi yang
dipelajarinya. .Selanjutnya menanyakan kesulitan yang dialami murid-murid dalam
mengerjakan materi tersebut. Selain dari itu guru sentra harus menguasai
perkembangan setiap murid dalam mengerjakan berbagai tugas s’ehingga dapat
mengikuti tempo dan irama perkembangan setiap murid dalam menguasai bahan-bahan
pengajaran atau tugas perkembangannya.
c) Bahan dan Tugas
Bahan
pengajaran setiap sentra terdiri dari bahan minimal dan bahan tambahan. Bahan
minimal yaitu bahan pengajaran yang berisi uraian perkembangan kemampuan
minimal yang harus dikuasai setiap anak sesuai tingkat usianya. Bahan ini
harus dikuasai anak dan merupakan target kemampuan minimal dalam mempeiajari
setiap sentra tertentu.
Bila anak
sudah menguasai bahan pengajaran minimal, dapat memperoleh bahan pengajaran
tambahan, yang merupakan pengembangan atau pengayaan dari pengajaran minimal.
Pengayaan ini diberikan bisa secara individu maupun kelompok pada anak yang
menguasai bahan minimal pada satuan waktu yang relatif sama. Bahan pengayaan
ini tentu saja disesuaikan dengan kondisi lingkungan, dengan demikian anak
dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan sesuai dengan kenyataan dengan penuh
tanggungjawab.
Bahan setiap
sentra hendaknya terintegrasi dengan sentra lainnya. Di bawah ini merupakan
contoh adanya integrasi antar sentra bidang pengembangan.
Tema : Tanaman
Sentra bahasa: Dramatisasi “Fun
Cooking”‘
Sentra musik: bernyanyi menanam
jagung
Sentra Aritmatika: belanja dan
menghitung sayur-sayuran
Sentra air: memelihara dan
merawat tanaman
d) Murid dan Tugasnya
Setiap murid
akan mendapat tugas dan penjelasan secara klasikal. Masing-masing murid dapat
memilih sentra yang akan diikutinya. la bebas menentukan waktu dan menggunakan
alat-alat untuk menyelesaikan tugasnya. Setiap murid tidak boleh mengerjakan
tugas lain sebelum tugas yang dikerjakannya selesai.Untuk mengembangkan
sosiobilitas, murid boleh mengerjakan tugas tertentu bersama-sama. Dengan cara
ini murid akan mempunyai kesempatan bersosialisasi, bekerja sama, tolong
menolong satu dengan lainnya. Murid yang dapat menyelesaikan suatu tugas atau
sudah menguasai bahan minimal, ia dapat meminta tugas tambahan dengan memilih
kegiatan lain yang digemarinya. Agar perbedaan setiap murid tidak terlalu jauh,
guru dapat menetapkan bahan maksimal pada setiap pokok bahasan. Bila murid
tidak dapat menyelesaikannya di sekolah, karena suatu hal, maka guru dapat
memberi izin untuk menyelesaikannya di rumah.
e) Penilaian Kemajuan
Murid
Untuk menilai
kemajuan murid digunakan tiga jenis kartu penilaian, yaitu kartu kemajuan
individu, kartu rekapitulasi (mingguan, bulanan, catur wulan) dan kartu
rekapitulasi laporan perkembangan setiap murid.
Penutup
Beranjak dari
uraian di atas, mengenai model pembelajaran TK atraktif, maka dapat disimpulkan
bahwa betapa sistem dan praktik pendidikan perlu dirancang, dikembangkan agar
secara nyata menumbuhkan daya cipta peserta didik, melahirkan hal-hal yang
baru, kemampuan berpikir secara divergen, kemampuan merealisasikan gagasan dan
keinginan yang koheren dengan situasi-situasi baru, membangun konstruksi
pemikiran dan aksi yang positif.
Topan, Edi. (2012). Model Pembelajaran Atraktif di Taman
Kanak-Kanak.[Online].
Tersedia: http://editopan.guru-indonesia.net/artikel_detail-22547.html.
[04 April 2013]
5. KARAKTERISTIK SISWA, MEDIA DAN METODE PEMBELAJARAN DI SD
Karakteristik Anak SD
Anak SD merupakan anak dengan
katagori banyak mengalami perubahan yang sangat drastis baik mental maupun
fisik. Usia anak SD yang berkisar antara 6 – 12 tahun menurut Seifert dan
Haffung memiliki tiga jenis perkembangan :
1. Perkembangan Fisik
Hal tersebut mencakup pertumbuhan
biologis misalnya pertumbuhan otak, otot dan tulang. Pada usia 10 tahun baik
lai-laki maupun perempuan tinggi dan berat badannya bertambah kurang lebih 3,5
kg. Namun setelah usia remaja yaitu 12 -13 tahun anak perempuan berkembang
lebig cepat dari pada laki-laki, Sumantri dkk (2005).
2. Perkembangan Kognitif
Hal tersebut mencakup perubahan –
perubahan dalam perkembangan pola fikir.Perkembangan kognitif seperti
dijelaskan oleh Jean Piaget dapat dijelaskan berdasarkan tiga pendekatan
perkembangan yaitu :
1. Tahapan Pra Oprasional
2. Tahapan Oprasional Konkrit
3. Tahapan Oprasional Formal
3. Perkembangan Psikososial
Hal tersebut berkaitan dengan
perkembangan dan perubahan emosi individu. Seperti dijelaskan oleh Robert J.
Havighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan individu harus sejalan dengan
perkembangan aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan sosial.
Sejalan dengan R. J. Havighurst di atas, Syaodih (2007) menjelaskan tahapan
perkembangan anak jika dipandang dari aspek psikis, moral dan sosial adalah :
Ketiga jenis perkembangan tersebut
berjalan tergantung dari perkembangan masing masing jenis seperti tersebut di
atas yang berbeda. Hal tersebut tergantung dari variabel stimulan yang
mendorong. Apabila rangsangan fisik yang sering diberikan maka faktor fisik
anak yang berkembangan demikian juga halnya dengan faktor kognitif dan
psikososial.
Karakteristik Pembelajaran Matematika SD
Matematika merupakan ilmu universal
yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen, matematika
mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu yang berimplikasi pada
daya eksplorasi fikiran manusia. Perkembangan pesat ilmu pengetahun dan
teknologi dewasa ini sebagian besar berasal dari perkembangan ilmu terapan
matematika. Maka penguasaan ilmu matematika dasar maupun terapan adalah kunci
dari suatu keinginan untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sehingga penguasaan matematika dasar sedapat mungkin
telah dimulai semenjak dini.
Mata pelajaran matematika diberikan
pada tingkat sekolah dasar selain untuk mendapatkan ilmu matematika itu sendiri
demikian juga untuk mengembangkan daya berfikir siswa yang logis, analitis,
sistematis, kritis, kreatif dan mengembangkan pola kebiasaan bekerjasama dalam
memecahkan masalah. Kompetensi tersebut diperlukan siswa dalam mengembangkan
kemampuan mencari, memperoleh, mengelola dan pemanfaatan informasi berdasarkan
konsep berfikir logis ilmiah dalam rangka bertahan dalam kehidupan yang serba
tidak pasti. Di era globalisasi dewasa ini segala hal dalam bertahan hidup
memerlukan kesiapan dalam berkompetisi baik dalam sekala lokal maupun
internasional.
Standar kompetensi dan kompetensi
dasar pada kurikulum KTSP disusun sebagai landasan pembelajaran untuk
mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Matematika mengedepankan pendekatan
pemecahan masalah yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah
terbuka dengan pemecahan tidak tunggal dan berbagai masalah matematis dengan
berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
maka perlu dikembangkan keterampilan menemukan masalah, mencari penyebab masalah,
mengembangkan teknik mencari solusi pemecahan masalah dan menemulkan solusi
yang paling tepat dalam pemecahan masalah. Walaupun dalam tataran sekolah dasar
pengembangan sikap logis ilmiah tersebut sangat perlu tetapi dalam tataran
permasalahan yang sederhana dan kontekstual. Dalam setiap kesempatan
pembelajaran matematika menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (BNSP 2006)
hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi
(contextual problem) Dengan mengajukan permasalahan yang kontekstual maka
secara bertahap siswa terbimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk
meningkatkan keefektifan pembelajaran guru diharapkan menggunakan pendekatan,
metode dan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Mata pelajaran matematika pendidikan
sekolah dasar bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika ,
menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma, secara luwes, akurat, effesien dan tepat dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, dan atau media lain untuk memperjelas keadaan dan
masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan yang didasari oleh rasa ingin tahu, perhatian dan
minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Ruang lingkup mata pelajaran
matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek bilangan,
giometri dan pengukuran serta pengolahan data. Bilangan membahas tentang kaedah
konsep simbolisasi lambang bilangan dan perhitungan dasar sederhana yang banyak
melibatkan media konkrit dan media manipulatif lainnya. Giometri dan pengukuran
lebih fokus membelajarkan siswa tentang konsep ruang dan ukurannya dengan
perhitungan dasar yang sederhana menggunakan media konkrit dan media
manipulatif lainnya. Sedangkan Pengolahan data lebih banyak membahas tentang
hakekat data, cara mengolah dan membaca data berdaasrkan kaidah rasional dan
ilmiah menggunakan data-data konkrit dan data manipulatif. Penggunaan media
dari konkrit ke absatrak mempertimbangkan tingkatan kelas dan daya nalar siswa.
Semakin tinggi tingkatan siswa maka penggunaan media di arahkan ke semi abstrak
(manipulatif) sampai tingkatan abstrak. Demikian juga semakin tinggi daya nalar
logis siswa maka semakin berani bagi guru menggunakan media yang semi abstrak
sampai abstrak. Hal ini terjadi pada kasus jika ditemukan siswa yang memiliki
keberbekatan yang tinggi di bidang matrmatika. Sehingga siswa tersebut
diberikan perlakuan khusus sebagai siswa berbakat, jenius dan sejenisnya.
Hal tersebut sejalan dengan
pandangan kaum konstruktifistik yang memandang bahwa pengetahuan adalah atas
dasar bentukan kita sendiri seperti dikemukakan oleh Von Glaserfeld dalam
Suparno (1997). Von Glaserfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu
tiruan dan gambaran dari suatu kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan
akibat dari suatu konstruksi kognitif berdasarkan fakta dalam aktifitas seseorang
dalam membagun pengalamanya sendiri. Seseorang membentuk skema, katagori,
konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan dalam membangun strukgur
kognitifnya.
Para konstruktifistik memandang
bahwa satu satunya sarana yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu
adalah indranya. Seseorang berinteraksi dengan obyek dan lingkungan dengan
menggunakan segenap panca indranya. Para kontruktifistik percaya bahwa
pengetahuan tumbuh, berkembang dan ada dalam diri seseorang yang dalam keadaan
mencari tahu tentang sesuatu. Pengetahuan tidak begitu saja dapat dipindahkan
dari guru kepada siswanya. Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang
dibelajarkan guru yang disesuaikan dengan pengalaman-pengalamannya sendiri.
Menurut paham konstrufistik balajar
merupakan proses hasil konstruksi sendiri sebagai hasil interaksinya dengan
berbagai lingkungan dan pengalaman belajar. Pengkontruksian pemahaman dalam
ivent belajar melalui proses asimilasi dan akomodasi. Secara hakiki proses
asimilasi dan akomodasi terjadi sebagai usaha peserta didik untuk
menumbuhkembangkan pengetahuan yang ada dibenaknya (Heinich, et.al 2002)
Pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik awalnya disebut dengan prakonsepsi
yang dimiliki siswa. Proses asimilasi terjadi apabila terdapat kesesuaian
antara pengalaman baru dengan prakonsepsi yang sudah dimiliki siswa. Sedangkan
akomodasi terjadi jika pengalaman baru tidak sesuai dengan prakonsepsi yang
sudah dimiliki siswa. Prinsip ini dikembangkan oleh para pakar pendidikan bahwa
ada satu hal lagi yang terjadi di struktur kognitif siswa jika kedua hal antara
asimilasi dan akomodasi terjadi yang diistilahkan dengan generalisasi.
Dalam hubungannya dengan
pembelajaran matematika dan sains maka para kontrutifisme bergerak pada sisi
mengusahakan perubahan mendasar dari kurikulum yang menggunakan beberapa
prinsip :
1. Pendekatan yang menekankan
penggunaan matematika dan sains dalam situasi dan minat siswa.
2. Matematika pengetahuan artinya,
bukan hanya menekankan isi matematika dan sains tetapi juga fokus dalam konteks
prinsip-prinsipnya.
3. Penekanan lebih pada konstruksi,
interpretasi, koordinasi dan multiple ide
4. Menekankan agar siswa dapat
bereksplorasi menggunakan seluruh panca indranya
Penggunaan Media Alat Peraga
1. Media Konkrit
Bagi kaum konstruktifisme belajar
diartikan sebagai usaha mengubah konsepsi kognitif siswa melalaui usaha
stimulan oleh guru menggunakan berbagai metode dan media yang memadai dan
mendukung ke arah tersebut. Sehingga oleh Piaget mengistilahkan belajar adalah
sebagai proses adaptasai kognitif . Ia mengadopsi istilah evolusi ala Darwin
dalam memandang permasalahan ini. Di mana Darwin berpandangan bahwa
perkembangan suatu mahluk hidup termasuk manusia di dalamnya seiring waktu
berlalu selalu melalui proses adaptasi agar ia selalu dapat bertahan dalam
kerasnya kehidupan. Proses adaptasi diperlukan dalam rangka untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Berangkat dari persepektif tersebut maka Piaget
memandang bahwa struktur otak juga mengalami hal yang sama.
Struktur otak atau dalam istilah
pendidikan adalah struktur kognitif juga mengalami hal yang disebut dengan
adaptasi. Struktur kognitif beradaptasi melalui tiga cara yaitu akomodasi,
asimilasi dan generalisasi. Akomodasi adalah proses adaptasi kognitif melalui
penggantian konsep dan atau pengalaman lama dengan yang baru karna tidak sesuai
lagi dengan struktur kognitif prakonsepsi siswa . Sedangkan asimilasi adalah
proses adopsi beberapa konsep dan atau pengalaman baru yang sesuai dengan
struktur kognitif prakonsepsi siswa. Sedangakan generalisasi adalah proses
menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan konsep.
Berdasarkan prinsip belajar
kontruktifistik maka perantara pembelajaran yang tepat yang dapat menyampaikan
pesan pembelajaran secara tepat adalah media konkrit. Dimana pengertian media
konkrit dalam konteks pendidikan adalah benda benda yang dapat menjadi
perantara menyampaikan pesan pembelajaran dari guru kepada siswa . Dipilih
“benda” adalah untuk menegaskan bahwa obyek tersebut dapat diterima langsung
oleh panca indra manusia, sehingga pada saat guru membelajarkan sesuatu yang
berhubungan dengan suatu benda maka ada baiknya benda tersebut ditampilkan jika
memungkinkan dan apabila tidak dapat digunakan dalam bentuk miniatur atau
manipulatif baik manual ataupun elektronik. Hal yang paling penting adalah
siswa mampu mengimajinasikan kesan obyektif terhadap pesan yang sampaikan.
Media didefinisikan sebagai medium
yang artinya perantara atau pengantar sehingga terjadi komunikasi antara
pengirim dan penerima (Heinich et al, 2002; Ibrahim, 1997; ibrahim et al, 2001)
Guru berperan sebagai komunikator dan siswa adalah komunikan sehingga proses
pembelajaran termasuk salah satu proses komunikasi. Jadi media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan
pembelajaran), sehingga merangsang perhatian minat pikiran dan perasaan siswa
dalam kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Proses pembelajaran adalah sebuah
sistem yang menempatkan media pembelajaran dalam posisi penting selain guru,
siswa, sumber belajar dan lingkungan belajar. Posisi media dalam sistem
pembelajaran tidak dapat digantikan jika ingin mendapatkan hasil belajar yang
optimal melalui pembelajaran yang atraktif. Media dapat digolongkan menjadi
berbagai jenis berdasarkan pemakaian dan karakteristik jenis media. Terdapat
lima model klasifikasi media pembelajaran. Seperti dikemukakan oleh (1) Wilbur
Schramm, (2) Gagne, (3) Gerlach adn Ely, dan (4) Ibrahim. Berikut disajikan
beberapa penggolongan media pembelajaran menurut para pakar media pendidikan.
Menurut Schramm, media digolongkan
menjadi media rumit, mahal dan media sederhana. Ia juga mengelompokkan media
menurut kemampuan daya liputan yaitu (1) liputan luas dan serentak seperti TV,
radio dan faksimil ; (2) liputan terbatas pada ruangan seperti film, vidio,
slide, poster dan audio tape; (3) media untuk belajar individual seperti buku,
modul, program,komputer dan telepon.
Menurut Gagne , media dikelompokkan
menjadi tujuh kelompok yaitu benda yang akan didemonstrasikan, komunikasi
lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara dan mesin
belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan
kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan yaitu
pelontar stimulus bejajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar,
memberi kondisi eksternal, menuntun cara berfikir, memasukkan alih ilmu,
menilai prestasi dan memberi umpan balik.
Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu
visual diam,, film televisi, obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram,
demonstrasi, buku teks cetak dan sajian lisan. Di samping mengklasifikasikan,
Allen mengkaitkan antara jenis media pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai. Allen melihat bahwa media tertentu memiliki kelebihan untuk
belajar tertentu, tetapi lemah untuk tujuan belajar yang lain. Allen
mengungkapkan enam tujuan belajar, antara lain info faktual, pengenalan visual,
prinsip dan konsep, prosedur, keterampilan dan sikap. Setiap jenis media
tersebut memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai tujuan belajar (ada
tinggi, sedang dan rendah).
Menurut Gerlach dan Ely, media
dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas delapan kelompok, yaitu benda
sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam, gambar bergerak,
rekaman suara, pengajaran terprogram dan simulasi. Sementara menurut Ibrahim
media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleksitas alat dan
perlengkapan. Ia membedakan media menjadi media tanpa proyeksi, media tnpa
proyrksi tiga dimensi, media audio, telvisi, vidio dan komputer.
Jika dipandang berdasarkan
karakteristik media maka media dibedakan menjadi media pembelajaran dua dimensi
dan media pembelajaran tiga dimensi. Media pembelajaran dua dimensi digolongkan
kedalam media grafis, media bentuk papan, media cetak dan media lain yang
penampakannya bebentuk dua dimensi. Sedangka media tiga dimensi digolongkan
menjadi belajar benda sebenarnya melalui karyawisata, spesimen, media tiruan
berupa miniatur atau bentuk lainnya.melalui peta timbul, dan bentuk lainnya
yang dapat dilihat secara tiga dimensi.
Dengan penjabaran di atas maka
segala media karakteristiknya adalah berusaha memvisualisasikan segala bentuk
pesan sehingga siswa menangkap pesan yang disampaikan yang selanjutnya
dipersepsikan dalam struktur kognitif menjadi konsep. Pesan yang dismpaikan
dari media apapun bentuknya akan mengalami proses encoding
perseptions dalam pikiran siswa. Tinkatan persepsi siswa terhadap
pesan dari media dalam bentuk apapun tergantung dari prakonsepsi siswa. Jika
dalam struktur kognitif siswa sudah tertanam suatu konsep (prakonsepsi), dimana
kemudia diberikan konsep baru yang maka proses adaptasi kognitif melalui
akomodasi dan asimilasi berlangsung. Terjadunya perubahan perilaku yang
diharapkan menandakan konsep baru berhasil diadaptasi dan sejalan dengan konsep
prakonsepsi yang sudah dimiliki siswa. Itu artinya penggunaan media sebagai
penyampai pesan tepat berdasarkan simpul kognitif dan waktu (timingnya) tepat.
2. Manfaat Media Konkrit
Penggunaan media konkrit dalam
proses pembelajaran membawa dampak yang sangat luas terhadap pola pembelajaran
tingkat sekolah dasar. Sebagian besar materi pembelajaran di SD bersifat
imajinatif baik rasional maupun tidak, baik yang menyangkut saintifik dan non
sains. Hal tersebut berbeda dengan pola pembelajaran sekolah kkejuruan yang
mutlak harus menampilkan media asli ke dalam ruang belajar. Akan tetapi dengan
luasnya bidang pembelajaran di SD yang meliputi IPA, IPS Matematika, Bahasa
hingga keterampilan sehingga menyulitkan kita apabila semua pembelajaran harus
dilengkapi dengan media asli. Sehingga timbul gagasan untuk memanipulasi benda
asli agar menjadi media yang mendekati asli. Hal tersebut akan memudahkan siswa
untuk membangun struktur konsepnya di otak. Secara rinci berikut manfaat dari
media konkrit
1. memudahkan siswa dalam membangun
struktur kognitif dalam membentuk konsep.
2. memudahkan guru dalam melaksanakan
pembelajaran agar sesuai dengan program yang sudah ditetapkan.
3. mengefektifkan proses pembelajaran
4. meningkatkan interaksi komponen
pembelajaran
3. Keunggulan Media Konkrit
Media konkrit merupakan media yang
saat ini paling dianjurkan penggunaannya oleh para pakar pendidikan, praktisi
pendidikan dan pengamat pendidikan. Hal tersebut terjadi karna media konkrit
memiliki banyak keunggulan di antaranya adalah :
1. memiliki tingkat obyektifitas yang
tinggi
2. mudah berinteraksi dengan siswa
melalui segenap panca indra
3. memiliki fleksibilitas yang tinggi
dimana dapat digunakan untuk pembelajaran mata pelajaran yang lain
4. dapat dimanipulasi sesuai dengan
kebutuhan, situasi dan kondisi.
4. Kelemahan Media Konkrit
Disamping memiliki keunggulan media
konkrit juga memiliki kelemahan. Sebab setiap benda ataupun hal yang lain di
alam ini suatu saat memiliki dampak buruk. Karna hal tersebut selalu
dihubungkan dengan faktor kesesuaian hubungannya dengan manusia. Manusia adalah
subyek penentui apakah suatu benda atau hal lain merugikan atau menguntungkan.
Hal-hal yang merupakan sisi negatif dari benda konkrit adalah berpulang kepada
guru itu sendiri karna siswa sangat diuntungkan dalam hal ini. Sisi negatifnya
adalah :
1. sangat merepotkan guru dalam proses
persiapan pembelajaran
2. kadangkala suatu ide, benda dan hal
tertentu sangat sulit dimanipulasi
3. kadangkala ada media konkrit yang
sangat menarik perhatian siswa sehingga banyak waktu tersita bukan untuk tujuan
yang ada kaitannya dengan materi
4. sehubungan dengan poin c, maka
potensi kegaduhan siswa di kelas akan meningkat.
Sudah barang tentu sisi negatif
memerlukan penanganan manajemen kelas yang effektif, sehingga suasana tetap
menjadi kondusif walaupun potensi kemungkinan paling buruk terjadi.
5. Karakteristik Media Konkrit
Digunakannya manipulasi media
konkrit didasari oleh suatu alasan yang rasional dan kuat seperti dijelaskan berikut
ini. Pada pembelajaran menggunakan kartu bilangan dan garis bilangan adalah
jenis alat peraga konkrit manipulatif. Sebabnya adalah sulitnya mencari alat
yang konkrit yang tepat untuk materi pembelajaran tersebut.
Secara khusus manipulasi media
konkrit yang akan digunakan pada kegiatan saat ini adalah :
1. Kartu bilangan bergambar
Kartu bilangan di atas dilengkapi
dengan kait gantungan yang akan dipakai menggantungkannya pada paku pada garis
bilangan, sehingga dapat dimainkan oleh siswa.
2. Modifikasi garis bilangan
Dimana garis bilangan dibuat dari
sebuah papan dimana titik pada bilangan ditandai dengan paku. Paku selain
sebagai titik penanda juga berfungsi untuk menggantungkan kartu bergambar
bilangan. Sehingga secara bebas dapat dimainkan oleh siswa.
3. Tehnik Memainkan
Tehnik memainkan peraga tersebut di atas adalah sebagai
berikut :
a). Tempelkan papan garis bilangan pada papan tulis
b). Kemudian bagikan kartu bilangan kepada siswa
c). Ajak siswa menggantungkan
bilangan pada papan berpaku secara terurut yang dimulai dari bilangan acak
bebas sesuai keinginan siswa.
d). Demikian seterusnya sehingga
sambil bermain siswa dapat mengurutkan bilangan
4. Metode Bermain
Metode berasal dari Bahasa Yunani
“Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya
ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek
yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat di
perlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat
bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru.
Sedangkan pengertian pembelajaran adalah usaha untuk membuat siswa belajar.
Dengan mengambil dua pengertian di atas maka metode pembelajaran adalah jalan
atau usaha yang ditempuh untuk membuat siswa belajar. Menyimak dari pengertian
tersebut maka metode pembelajaran menempati posisi penting dalam memerankan
fungsinya sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Berikut beberapa pengertian metode
seperti dikemukakan oleh beberapa ahli. Pengertian metode menurut Dr.S.
Nasution adalah suatu cara yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
dalam suatu tugas pekerjaan agar dapat mencapai tujuan sesuai yang ditetapkan. Sedangkan
menurut Drs. H Abu Ahmad dkk (2005:52) metode adalah suatu pengetahuan tentang
cara-cara mengajar yang diberikan oleh seorang guru atau instruktur. Sedangkan
menurut kamus besar Bahasa Indonesia metode adalah cara kerja yang bersistem
untuk memudahkan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut Syaiful B. Djamarah dkk
(2006:82-84), metode berkedudukan :
1. Sebagai alat motivasi ekstrinsik
dalam kegiatan pembelajaran
2. Mensiasati perbedaan individual anak
didik
3. Untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Makin tepat metode yang digunakan
oleh guru dalam mengajar diharapkan makin efektif dan efesien dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Sudah barang tentu factor lainpun harus diperhatikan
seperti ; faktor guru, faktor siswa, faktor situasi, (lingkungan belajar),
media dan yang lainnya.
Terdapat banyak ragam metode yang
dapat diterapkan dalam berbagai situasi pembelajaran sperti metode ceramah,
metode diskusi, metode bermain, metode eksperimen, metode tutor teman sebaya,
metode penugasan, metode observasi, metode bermain dan sebagainya. Saat ini
penulis akan mengangkat metode bermain sebagai salah satu alternative dalam
membuat suasana belajar lebih kreatif sehingga keterlibatan siswa dalam proses
lebih besar.
Salah satu
tokoh yang dianggap paling berjasa sebagai pencetus penggunaan metode bermain
adalah Plato seorang filsuf Yunani. Ia dianggap sebagai orang pertama yang
menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Menurut Plato
anak-anak akan lebih mudah mempelajari Aritmatika dengan cara permainan.
Sedangkan Sudono (2000:1) mengemukakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian
atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi
anak.
Dengan
bermain anak bisa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, anak-anak akan
lebih senang dan menjadikan si anak lebih aktif. Sebagaimana dikemukakan oleh
Mayke (dalam Sudono, 2000:3) bahwa belajar dengan bermain akan memberi
kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri,
bereksplorasi serta mempraktekkannya. Arief Sadiman (2002:79) mengatakan
permainan dapat dipakai untuk mempraktekkan keterampilan membaca dan berhitung
sederhana. Tujuan pemberantasan buta aksara dan buta angka untuk orang dewasa
atau pelajaran membaca, menulis permulaan serta matematika adalah yang lazim
dikaitkan dengan permainan.
Dalam proses
pembelajaran guru hendaknya memberikan kebebasan kepada setiap anak didiknya
untuk mengekspresikan apa yang ada dalam pemikiran mereka. Sebaiknya guru juga
memberi kebebasan sesuai dengan sifat alami anak sehingga dalam mengembangkan
kreatifitasnya anak tidak merasa takut untuk memiliki pendapat berbeda dengan
gurunya
Dari
penjelasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa metode bermain yang dimaksud
adalah suatu cara yang digunakan dalam melakukan kegiatan untuk menjelaskan
konsep abstrak dalam matematika yang lebih menyenangkan Hal tersebut
dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah ketakutan siswa terhadap pelajaran
matematika sehingga siswa lebih paham dan lebih lama mengingatnya.
Berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli berupa
teori tentang pentingnya penggunaan metode bermain diantaranya seperti
diuraikan di bawah ini.
Teori-teori Belajar
1.
Teori Belajar menurut Behavioristik
(Thordinke)
Belajar merupakan proses pembentukan hubungan yang
erat antara stimulus (S) dengan respon (R) semakin erat hubungan antara
hubungan S-R maka proses belajar telah berlangsung dengan baik. Belajar
merupakan teori yang diutamakan latihan-latihan. Teori ini juga akan mencoba
berbagai cara dan usaha untuk mendapatkan respon yang benar. Dalam belajar
dengan cara ini harus ada: 1) motif pendororng kegiatan, 2) ada bermacam-macam
respon dalam situasi tertentu, 3) ada eliminasi mencapai tujuan. Hukum dalam
teori Thordinke ada
tiga tahap yaitu : 1) Low readness yaitu kesiapan stimulus dalam
bereaksi, jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan bereaksi, maka
reaksi memuaskan. 2) Low of exerscises (hukum latihan, yaitu apabila S_R sering
dilakukan atau dipraktekkan maka hubungan ini semakin kuat. Dalam praktek ini
diberikan hadiah bagi respon yang benar. 3) Law of Effect (Hukun Akibat) yaitu
apabila hubungan S_R dibarengai dengan pengaruh yang memuaskan maka hubungan
ini menjadi kuat.
2.
Teori dari sudut pandang psikonalisa
(Sigmund Freud)
Sigmund Freud, memandang bermain sama seperti fantasi
atau lamunan. Melalui bermain ataupun fantasi seseorang dapat memproyeksikan
harapan-harapan serta pengalaman yang menyenangkan. Freud percaya bahwa bermain
penting dalam perkembangan emosi anak. Perkembangan emosi anak yang dimaksud
adalah dengan bermain proses belajar-mengajar menjadi lebih menyenangkan dan
dapat merangsang belajar siswa sehingga prestasi siswa dapat meningkat.
Pandangan Freud tentang bermain akhirnya memberi ilham atau inspirasi kepada
para ilmu jiwa untuk menggunakan bermain sebagai alat diagnosa ataupun
“mengobati” anak yang bermasalah.
3.
Teori Belajar Kognisi
1) Menurut Piaget, anak menjalani tahapan perkembangan
kognisi dan sampai akhirnya proses berfikir anak menyamai proses berfikir orang
dewasa. Dalam teori Piaget, bermain bukan saja mencerminkan tahap perkembangan
kognisi anak itu sendiri. Piaget juga mengemukakan bahwa saat bermain anak-anak
tidak belajar sesuatu yang baru, tetapi mereka belajar mempraktekkan dan
mengkonsolidasi keterampilan baru yang diperoleh. Dari hal tersebut dapat
diketahui bahwa dengan bermain, keterampilan baru yang diperoleh melalui
praktek tidak akan segera hilang dan akan selalu diingatnya sehingga belajar
dapat meningkat.
2). Vygotsky memandang bermain identik dengan kaca
pembesar yang dapat menelaah kemampuan baru dari anak yang bersifat potensial
sebelum diaktulisasikan dalam situasi lain, khususnya dalam kondisi normal
seperti di sekolah. Pandangan Vygotsky mengenai bermain bersifat mennyeluruh,
dalam pengertian selain untuk perkembangan kognisi, bermain juga mempunyai
peranan penting bagi perkembangan sosial dan emosi anak. Dengan demikian
melalui bermain, anak dapat memiliki perhatian, daya ingat, dan kerjasama yang
lebih baik sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
3). Teori Jerome Singer (1937), menegaskan bahwa
menggunakan metode bermain sebagai usaha untuk menggunakan kemampuan fisik dan
mental guna mengatur atau mengorganisasi pengalamanny. Bermain memberikan
kesempatan kepada anak-anak untuk menjelajahi dunianya serta mengmbangkan
kreativitasnya.
4). Teori Robert White (1959) yang menjelaskan bahwa
bahwa kegiatan bermain pada anak tidak membutuhkan hadiah ataupun reward namun
mereka bermain untuk kegiatan itu sendiri. White mengemukakan bahwa dengan
adanya kegiatan bermain anak-anak akan memperoleh kepuasan pribadi karena
merasa kompeten. Keberhasilan melakukan sesuatu atau memperoleh tanggapan dari
lingkungannya sudah merupakan hadiah tersendiri bagi anak. Bermain dapat
merupakan cara anak bertindak menurut kehendaknya sendiri dalam tindakan yang
efektif. Jadi, dengan adanya kegiatan bermain itu sendiri dapat membuat siswa
merasa senang dan ingin mengulanginya lagi.
5). Teori Jerome Brunner menyatakan bahwa belajar
matematika akan berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep
dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang akan diajarkan,
disamping hubungan-hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan
struktur-struktur. Brunner melukiskan anak-anak berkembang melalui tiga tahap
perkembangan yaitu: (a).Tahap Enactive Dalam tahapan ini anak-anak langsung
terlibat dalam menggunakan/ memanipulasi objek. (b). Tahap Iconic dimana dalam
tahap ini kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran
dari obyek-obyek yang dimanipulasinya. Pada tahap ini anak-anak tidak langsung
dari objek. (c). Tahap Simbolik yaitu tahapan ini siswa memanipulasi
simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terkait
objek-objek pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan
notasi tanpa ketergantungan terhadap objek real.
6).Teori Belajar Dienes yang mengemukakan bahwa
tiap-tiap konsep atau prinsip dalam Matematika yang disajikan dalam bentuk
konkret akan dapat dipahami dengan baik. Konsep-konsep Matematika dipelajari
menurut tahapan-tahapan bertingkat dalam belajar mamatika. Adapun
tahapan-tahapan tersebut yaitu: (a). Permainan bebas adalah tahap belajar
konsep yang terdiri dari aktivitas yang tidak terstruktur dan tidak diarahkan.
Hal ini memungkinkan siswa untuk bereksperimen dan memanipulasi benda-benda
konkrit dan abstrak dari unsur-unsur yang dipelajari. (b). Permainan yang
menggunakan aturan
Pada tahap ini siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam suatu konsep. Melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan struktur Matematika. (c). Permainan mencari persamaan sifat dimana pada tahap ini siswa mulai diarahkan untuk menemukan struktur yang menunjukkan kesamaan yang terdapat dalam permainan yang dimainkan (d). Permainan dengan reperesentasi yaitu merupakan tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Pada tahap ini anak mencari gambaran konsep kesamaan sifat dari situasi tertentu. (e). Permainan dengan simbolisasi dimana tahap ini merupakan tahap belajar konsep pada saat anak perlu merumuskan reperesentasi pada setiap konsep dengan menggunakan simbol Matematika atau dengan perumusan verbal yang sesuai. (f) Formalisasi tahapan mempelajari suatu konsep dan struktur matematika yang saling berhubungan. Dalam hal ini anak harus mengurut sifat-sifat itu untuk dapat merumuskan sifat-sifat baru.
Pada tahap ini siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam suatu konsep. Melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan struktur Matematika. (c). Permainan mencari persamaan sifat dimana pada tahap ini siswa mulai diarahkan untuk menemukan struktur yang menunjukkan kesamaan yang terdapat dalam permainan yang dimainkan (d). Permainan dengan reperesentasi yaitu merupakan tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Pada tahap ini anak mencari gambaran konsep kesamaan sifat dari situasi tertentu. (e). Permainan dengan simbolisasi dimana tahap ini merupakan tahap belajar konsep pada saat anak perlu merumuskan reperesentasi pada setiap konsep dengan menggunakan simbol Matematika atau dengan perumusan verbal yang sesuai. (f) Formalisasi tahapan mempelajari suatu konsep dan struktur matematika yang saling berhubungan. Dalam hal ini anak harus mengurut sifat-sifat itu untuk dapat merumuskan sifat-sifat baru.
Kerangka Konseptual dalam kegiatan belajar mengajar
penggunaan metode mengajar matematika harus disesuaikan dengan jenjang
pendidikan. Untuk anak/ peserta didik pada jenjang pendidikan permulaan pada
umumnya masih senang bermain-main, maka pengajaran matematika akan lebih
berhasil bila menggunakan metode bermain, karena anak didik dilibatkan secara
aktif bermain dalam situasi nyata yang berkaitan dengan matematika. Dengan
metode bermain pengajaran matematika akan lebih menarik dan menyenangkan karena
menggunakan benda-benda konkret yang telah dikenal oleh siswa, sehingga siswa
akan lebih termotivasi dalam belajar dan meningkatkan hasil belajar matematika
khususnya pada materi mengurutkan bilangan menggunakan garis bilangan. Selain
menyenangkan bermain juga membantu anak untuk memahami materi pelajaran dan
meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah.
Mengurutkan
bilangan dilakukan secara bertahap dari bilangan satuan, puluhan, ratusan
bahkan dapat di acak antara satuan puluhan dan ratusan. Dengan kemampuan siswa
yang mahir dalam mengurutkan bilangan dari kecil ke besar dan sebaliknya
sehingga dapat menjadi dasar bagi pembelajaran selanjutnya.
Putra. (2009). Karakteristik Siswa
Media dan Metode Pembelajaran di SD. [Online].
Tersedia:http://baliteacher.blogspot.com/2011/02/karakteristik-siswa-media-dan-metode.html.
[04 April 2013]
DAFTAR
ISI
Estrada, E. dkk. (2010). Media Pembelajaran. [Online].
Tersedia: ejournal.unesa.ac.id/article/3084/12/article.docx. [04 April 2013]
Musfiqon, HM. (2012). Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran,
[Online].
Tersedia: http://prestasipustakaraya.com/media-dan-sumber-belajar-pengembangan-media-dan-sumber-pembelajaran-penulis-dr-hm-musfiqon-m-pd.html/.
[04
April 2013]
Riyanto, Br. T. (2002).
Pendidikan dan Pembelajaran Atraktif, [Online].
Tersedia: http://www.bruderfic.or.id/h-57/.
[04 April 2013]
Topan, Edi. (2012). Model Pembelajaran Atraktif di Taman
Kanak-Kanak.[Online].
Tersedia: http://editopan.guru-indonesia.net/artikel_detail-22547.html.
[04 April 2013]
Putra. (2009). Karakteristik Siswa
Media dan Metode Pembelajaran di SD. [Online].
Tersedia:http://baliteacher.blogspot.com/2011/02/karakteristik-siswa-media-dan-metode.html.
[04 April 2013]